Prolog
“…………Ng.”
Seberkas cahaya menerobos masuk ke dalam dunia yang remang-remang.
Ketika aku mengulurkan tangan ke arah itu, perlahan-lahan kesadaranku mulai terjaga.
Aku membuka mata.
Hal pertama yang tertangkap oleh pandanganku adalah—langit-langit yang tak kukenal.
Tidak… ini bukan sekadar langit-langit biasa. Ini adalah kanopi yang terpasang di tempat tidur.
“?”
Kanopi? Kenapa ada kanopi terpasang di tempat tidurku?
Sayangnya, aku tak punya cukup uang untuk membeli tempat tidur mewah seperti itu. Sebagai karyawan biasa, aku bahkan tak pernah berpikir untuk memiliki tempat tidur mewah.
Pertanyaan-pertanyaan berseliweran di benakku. Untuk sementara, aku mencoba duduk.
Pandanganku beralih dari atas ke depan.
Bukan hanya kanopi, seluruh ruangan terlihat jelas. Dan begitu melihatnya—aku terkejut.
“Di mana… ini?”
Bukan hanya kanopi. Seluruh ruangan berubah menjadi interior yang tak kukenal.
Bukan cuma interiornya. Ruangan ini sama sekali bukan kamar apartemen yang kukenal.
Wallpaper dengan motif garis merah di atas latar hitam. Meja dan sofa bergaya antik. Semua furnitur termasuk perabotannya tampak mahal.
Rasanya seperti berada di kamar hotel mewah bergaya Barat. Meski aku belum pernah menginap di tempat seperti itu, tapi entah kenapa aku mendapat kesan demikian.
“Apa tidak ada orang?”
Aku turun dari tempat tidur.
Saat kuperhatikan baik-baik, pakaian yang kukenakan pun aneh.
Terlalu banyak hiasan untuk sekadar baju tidur. Ada benang emas yang berkilauan terjalin di sana-sini.
Selain itu, ada yang janggal dengan perasaanku saat berdiri.
Tinggi badanku—kok rasanya sedikit lebih tinggi dari sebelumnya?
Tubuhku juga berotot. Saat kusentuh perutku, otot perutku terasa kencang dan terbentuk sempurna.
Mustahil, ‘kan? Gaya hidupku yang tidak sehat seharusnya membuatku gemuk, bukan langsing.
Masa hanya dengan tidur semalam aku bisa jadi berotot begini?
Tidak, tidak. Mustahil.
Akhirnya aku mulai paham situasi yang kuhadapi.
Oh, ini pasti—mimpi.
Karena ini mimpi, wajar saja kalau tubuhku berubah.
Tidak aneh jika aku berada di kamar yang tak kukenal, penuh dengan perabotan mewah.
Mungkin ini pemandangan ideal yang kuimpikan dalam hati.
Padahal aku tak pernah mengeluh soal kesederhanaan atau berharap hidup dikelilingi barang-barang mewah, tapi kalau sampai muncul dalam mimpi, berarti dalam hati aku menginginkannya.
Apa, ya? Mungkin aku sedang stres?
Nanti kalau sudah bangun, aku harus lebih memerhatikan kondisi kesehatanku.
Karena itu, cepatlah bangun. Mimpi yang disadari hanya akan terasa hampa.
“…………”
Namun, bertentangan dengan keinginanku, mimpi ini tak kunjung berakhir.
Baiklah, saatnya melakukan adegan klasik yang sering muncul di anime atau drama.
Aku mencubit pipiku kuat-kuat dengan kedua tangan, lalu menariknya.
“—Adududuh!?”
Aku bisa merasakan sakit seperti biasa. Rasa sakitnya cukup tajam.
Aku segera melepaskan tanganku dan membelalakkan mata.
Jangan-jangan…
“Bu-bukan mimpi!?”
Mana mungkin ada mimpi serealistis ini.
Merasakan sakit saat mencubit pipi, rasanya tidak mungkin tapi sekaligus mungkin.
Kalau dipikir-pikir, penglihatanku juga jelas. Aku bisa mencium bau dan mendengar suara.
Kalau begitu, sebenarnya apa yang terjadi padaku?
Jika ini bukan mimpi, aku tak bisa menjelaskan perubahan pada tubuhku.
Untuk memastikan, aku berdiri di depan cermin yang ada di kamar.
Siapa tahu aku bisa melihat perubahan apa pun, pikirku, tapi…
“——”
Melihat sosok diriku yang terpantul di cermin, aku terdiam seribu bahasa.
Oh, jadi begini rasanya kehilangan kata-kata. Ini pengalaman pertama dalam hidupku.
Eh… apa ini masih bisa dihitung sebagai hidupku?
Karena, aku adalah——.
“A-aku jadi Eugraaaam!?”
▼△▼
Eugram Albain Kushana.
Dia adalah salah satu karakter yang muncul dalam novel fantasi berjudul “Iris, Sang Pahlawan Suci” yang juga diadaptasi menjadi gim.
Ahli dalam bidang militer dan ilmu pengetahuan, berwajah tampan. Di dunia lain yang memiliki zat misterius bernama mana, dia adalah satu-satunya jenius yang bisa menciptakan mana di dunia ini.
Pangeran ketiga Kekaisaran Kushana yang terlahir dengan jaminan kemenangan.
Julukan lainnya—《Putra Dewa》.
Dia benar-benar karakter yang diperlakukan istimewa dalam cerita, seperti manusia terpilih. Itulah aku sekarang.
Namun, dia memiliki kelemahan yang fatal.
Yaitu… Eugram Albain Kushana adalah—last boss terkuat dalam cerita asli.
Dengan kata lain, dia adalah antagonis. Karakter musuh yang pada akhirnya akan dimusnahkan oleh protagonis, Iris.
“Ini benar-benar buruk…”
Semangatku langsung anjlok.
Meskipun aku dulu seorang otaku yang sangat menyukai dunia dua dimensi, aku tidak bisa berkata,
“Akhirnya aku bereinkarnasi ke dunia lain! Yey! Aku akan menjalani slow life dengan kemampuan cheat! Aku akan hidup santai! Aku akan menyelamatkan heroine cantik dan membuat harem!”
Malah, aku ingin segera menggantung diri. Bunuh diri masih lebih baik daripada dibunuh orang lain.
Soalnya ini Eugram, lo? Antagonis, lo? Last boss, lo?
Memang benar, dengan kemampuan cheat 《Magic Core》 aku bisa menghasilkan mana dan menjadi tak terkalahkan di dunia ini.
Tapi, dia tetaplah last boss. Makhluk yang ditakdirkan untuk dikalahkan pada akhirnya.
Meski berhasil bereinkarnasi ke dunia lain, jika yang kujadikan wadah adalah last boss, bendera kematian sudah terpasang sejak awal reinkarnasi.
Ditambah lagi, kepribadian Eugram sudah tak tertolong. Kekaisaran tempat Eugram tinggal juga sudah tak tertolong.
Hampir semua petinggi sudah busuk, dan mereka melakukan tindakan kriminal setiap hari.
Mereka memeras uang dari rakyat, membuat utang, lalu memaksa wajib militer. Para prajurit yang dikumpulkan akan digunakan dalam perang melawan kerajaan di masa depan. Benar-benar keterlaluan.
Dan puncak dari semua itu adalah Eugram.
Saat ini dia masih Pangeran Ketiga. Posisi tepat sebelum menjadi Putra Mahkota.
Meski begitu, dia memiliki kekuasaan kedua setelah Kaisar, dan tak ada yang bisa menghentikan tindakan sewenang-wenangnya kecuali Kaisar sendiri.
Dia benar-benar bisa berbuat sesukanya.
Andai aku menjalani kehidupan normal sebagai Eugram tanpa melakukan apa-apa, bisa dipastikan aku akan dibunuh oleh Iris—protagonis cerita asli.
Tamat sudah.
Bahkan tanpa berbuat apa-apa, bendera kematian sudah terpasang di depan mata.
Padahal bisa jadi aku sudah mati di kehidupan sebelumnya, tapi aku akan mati lagi di tempat reinkarnasinya? Tanpa tahu apakah ada kesempatan berikutnya?
—Mustahil, mustahil, mustahil, mustahiiil!
Aku tak bisa menerima kenyataan seperti itu begitu saja.
“Kalau begini… aku harus melakukannya.”
Aku menggertakkan gigi sambil mengepalkan tangan.
Aku harus menghindari akhir yang menghancurkan, seperti yang selalu dilakukan protagonis dalam cerita semacam ini. Hanya itu satu-satunya jalan agar aku bisa bertahan hidup sebagai Eugram.
Sebaliknya, jika aku bisa menghindari itu, spesifikasi Eugram akan sangat menguntungkan. Kelemahan terbesarnya, yaitu kepribadiannya, mungkin bisa diperbaiki karena aku yang sekarang mengendalikannya.
Jadi, masalahnya adalah kekaisaran ini… Aku segera mengambil keputusan besar.
“—Baiklah. Aku akan mencari suaka ke kerajaan.”
Mencari suaka ke kerajaan.
Di kerajaan ada Iris, tokoh utama cerita ini.
Dia adalah orang baik yang luar biasa dalam cerita. Dia tak bisa mengabaikan orang yang kesulitan. Jika aku berlutut dan menjilat sepatunya dengan putus asa, mungkin dia akan memberiku perlindungan di istana kerajaan.
Tentu saja, mereka juga akan mendapat keuntungan.
Dari sudut pandang kerajaan, mereka bisa menjadikan aku—yang tadinya duri dalam daging—sebagai sekutu. Aku bisa memberikan informasi internal kekaisaran sebanyak yang mereka mau, dan tanpa aku, kekaisaran tak akan bisa mengalahkan kerajaan bagaimanapun caranya.
Bahkan, aku tak keberatan bekerja untuk kerajaan yang kemungkinan besar akan menerapkan pemerintahan yang baik.
Aku tidak membenci Iris. Malah, aku menyukainya. Demi menyelamatkannya dan demi kelangsungan hidupku sendiri, mencari suaka sepertinya adalah strategi terbaik.
“Kalau sudah diputuskan, ayo segera bersiap-siap.”
Tak ada waktu seperti sekarang.
Di luar sudah gelap. Mungkin aku terbangun di tengah malam.
Aku buru-buru melepas pakaian, mengambil beberapa pakaian biasa, dan bersiap untuk kabur dari rumah.
Ada juga perlengkapan di dalam kamar. Kelihatannya barang-barang mewah, jadi aku akan ‘meminjamnya’ juga.
“—Hm? Apa ini?”
Ada kantong kecil di atas meja. Aku mengambilnya dan mencoba mengingat-ingat memori Eugram.
“Hmm… Oh, ini 《Artefak》 penyimpanan, ya.”
Artefak.
Benda ajaib yang memiliki efek misterius di dunia lain ini.
Bagaimana cara membuatnya, dari mana asalnya. Semua itu masih misteri.
Yah, ini memang standar dalam cerita fantasi. Tapi efek Artefak ini benar-benar berguna.
Kapasitas penyimpanan tak terbatas. Bisa memasukkan apa saja selama bukan makhluk hidup. Ditambah lagi, seberapapun banyak yang dimasukkan, ukuran dan berat kantong ini tidak berubah.
Benar-benar seperti kantong ajaib.
Aku memasukkan pakaian dan perlengkapan cadangan ke dalamnya.
Aku juga memasukkan sebagian besar perabotan yang ada di kamar. Toh, lebih baik kubawa saja.
“Sip. Sepertinya… sudah tidak ada lagi yang perlu kubawa.”
Semua yang kuperlukan sudah kumasukkan. Termasuk topeng untuk menyembunyikan wajah. Sudah tidak ada lagi yang perlu kulakukan di sini.
Aku membuka jendela dan meletakkan kakiku di ambang jendela.
Dengan penuh semangat, aku melompat keluar dan mendarat di tanah seolah melebur dengan kegelapan.
Untuk berjaga-jaga, aku mengenakan jubah hitam. Takkan ada yang bisa melihat sosokku dengan jelas.
Aku berlari, menendang tanah.
Aku melesat menembus dunia yang sunyi, tanpa seorang pun.
Pemandangan berlalu dengan cepat. Setelah keluar dari istana, aku menerobos lurus melewati kota yang sepi.
Ketika aku sedikit memperlambat langkah dan menoleh ke belakang, entah kenapa hatiku terasa sakit.
Rasa sakit ini… pasti milik Eugram.
Meskipun bagiku ini negara yang menjijikkan, bagi Eugram yang asli, ini adalah tanah airnya. Ada rasa cemas dan sedih yang bercampur saat meninggalkannya.
Meski begitu, aku tak menghentikan langkahku.
Aku terus bergerak keluar dengan tekad bulat, siap menghadapi tragedi yang menanti.
Aku naik ke atas tembok luar yang mengelilingi kota, dan melumpuhkan penjaga satu per satu.
—Maafkan aku. Aku belum boleh ketahuan.
Untuk terakhir kalinya, aku menoleh ke belakang, memandangi pemandangan kota yang diselimuti kesunyian.
“…Selamat tinggal.”
Aku berbisik pelan, lalu mengakses ingatan Eugram.
Begitu aku merasakan sensasi mengendalikan mana yang terukir di sana, meski masih canggung, aku berhasil memperkuat tubuhku.
Mana adalah energi yang bisa memperkuat kerja segala sesuatu. Jika kukonsentrasikan di kaki, bahkan jika aku jatuh dari tembok setinggi puluhan meter—takkan jadi masalah.
Aku mendarat di tanah, lalu sekali lagi menendang dengan kuat.
Aku memasuki hutan malam yang remang-remang. Berlari menyusup di antara celah pepohonan, aku hanya… terus menuju ke depan.