Switch Mode

Gensaku Saikyou no Last Bos ga Shujinkou no Nakama ni Nattara? Volume 1 Chapter 2

Bab 2

Bab 2

 

Jeritan Iris bergema keras di sekitarnya. Melihat keadaan ini, para kesatria yang berdiri di belakang menjadi sangat gelisah.

Namun, karena belum mendapat izin dari Iris, mereka tidak bisa bergerak meski ingin. Dengan wajah frustrasi, mereka terus menatap ke arah kami.

Aku melirik mereka sekilas, lalu berkata pada Iris yang gemetaran:

“Jangan berteriak tiba-tiba begitu. Mengganggu tetangga, tahu.”

Iris langsung membalas dengan tatapan tajam,

“Itu karena Anda bicara yang aneh-aneh! Lagipula, ini di luar, tidak ada yang tinggal di sini!”

Dia langsung menyerangku dengan bantahan. Lumayan juga.

“Aku tidak bilang apa-apa yang aneh, kok.”

“Anda bilang! Anda bilang mau membelot ke kerajaan kami! Serius, nih?”

“Serius, dong. Sejak lahir, aku belum pernah sekalipun berbohong.”

“Barusan Anda bohong, tuh.”

“Itu sudah kulupakan. Prinsipku tidak melihat ke masa lalu.”

“Omonganmu tidak masuk akal… Haah.”

Iris menghela napas lelah. Dia terlihat sangat kerepotan menghadapiku, tapi itu pasti hanya perasaanku saja, ‘kan?

“Jangan begitu, Iris. Kata orang, menghela napas itu membuat kebahagiaan pergi, lo. Jangan terlalu sering melakukannya.”

“Ini gara-gara siapa coba? Lagipula, bagaimana caranya Anda mau membelot ke kerajaan kami?”

“Hm?”

Aku menunjuk Iris dengan tegas.

Iris terdiam sejenak memandangi jari telunjukku, lalu berkata dengan nada datar,

“Apa maksudnya ini?”

Aku menjawab dengan lugas.

“Maksudku, kau. Kaulah kunci untuk pembelotan ini.”

“Boleh kupatahkan?”

“Mana boleh, lah!”

Apa-apaan anak ini?!

Aku sedikit merinding.

Apa Iris memang tipe yang bicara seperti ini, ya… Ternyata kesan saat membaca cerita dan berbicara langsung sangat berbeda.

Mungkin juga karena lawan bicaranya adalah aku, si last boss dan pangeran ketiga kekaisaran.

“Kalau begitu apa maksudmu? Terlalu abstrak, saya tidak mengerti.”

“Kau kurang peka, Iris~ Maksudku, aku ingin memintamu membawaku masuk ke ibukota. Ah, lebih bagus lagi kalau bisa tinggal di istana!”

Aku mengacungkan jempol dengan mantap.

“Boleh kupatahkan jari itu?”

“Sudah kubilang tidak boleh, ‘kan?! Jangan langsung pakai kekerasan hanya karena kesal!”

Ternyata tokoh utamanya cukup brutal. Mungkin cara bicaraku juga salah, tapi faktanya, aku sebagai pangeran negara musuh memang tidak punya pilihan selain mengandalkan dia.

Seberapa keras pun aku memohon pada orang lain, mereka pasti akan langsung memanggil tentara dan mulai perburuan. Nama operasinya: Perburuan Pangeran.

“Kenapa saya harus mendengarkanmu? Ada untungnya buatku?”

“Tentu saja ada.”

Bahkan, semuanya menguntungkan.

“Apa saja keuntungan itu?”

“Pertama, aku akan menghilang dari kekaisaran. Artinya, kekuatan mereka akan melemah.”

“Lalu?”

“Kedua, aku bersedia membantu pihak kerajaan. Bisa dengan memberi informasi atau bertarung sendiri. Tapi, aku minta libur, ya.”

“…La-lalu…?”

“Ketiga, aku akan sangat senang.”

Dengan tiga poin itu, ini adalah rencana sempurna!

Semua orang bahagia dan tidak ada yang dirugikan. Paket lengkap yang membahagiakan.

Terlalu sempurna malah.

“Dua yang pertama masih oke, tapi yang terakhir itu jelas-jelas cuma menguntungkan Anda sendiri, ‘kan.”

“Tapi buat kalian pihak kerajaan, bukankah sudah cukup menguntungkan kalau aku tidak muncul di medan perang?”

Eugram adalah yang terkuat. Dia bahkan bisa menaklukkan sebuah negara sendirian.

Bayangkan berapa banyak nyawa yang akan terselamatkan jika monster seperti itu menghilang dari medan perang. Iris pasti bisa memahami hal itu.

Dia sedikit menundukkan pandangan, berpikir. Antara membantu aku dan mengurangi kekuatan musuh, atau bermusuhan dan terbunuh di sini.

Kalau dipikir normal, pasti akan memilih yang pertama. Karena itulah aku bersikap agak memaksa. Lebih menguntungkan menjadikanku sekutu daripada musuh.

Yah, kalaupun dia memilih bermusuhan, aku tidak akan menyakiti Iris. Jangankan membunuh, melukai pun aku tidak mau.

Setelah hening sejenak, Iris kembali mengangkat wajahnya. Di matanya, sudah terlihat jawaban.

“Anda… benar-benar akan membantu pihak kerajaan kami?”

“Asal bisa hidup mewah, aku akan memberitahu apa saja.”

“Tuntutanmu makin besar dari yang awal, ya.”

“Hobiku memang menaikkan tuntutan di saat-saat penting.”

“Hobi yang buruk… tapi, baiklah.”

Dia menghela napas panjang, lalu tersenyum.

“Saya terima tawaranmu. Atas nama Iris Rune Aldnoah, saya jamin kehidupan damai dan mewah untuk Eugram Albain Kushana.”

Dia mengulurkan tangan. Aku meraih dan menjabat tangannya.

“Terima kasih, Iris. Kau membuat keputusan bijak.”

“Itukah yang Anda katakan? Lagipula, bagaimana kalau saya berkhianat dan mencoba menangkapmu?”

“Heh. Tak ada yang bisa menangkapku. Aku yang terkuat, tahu.”

—Klik.

Begitu aku selesai bicara, borgol terpasang di tanganku. Aku melirik sekilas, lalu melihat wajah Iris. Kemudian melihat tanganku lagi…

“Eeeeh?!”

Apa-apaan ini?!

“Kenapa tiba-tiba pakai borgol?! Aku ‘kan enggak ngapa-ngapain?!”

“Lo, tadi Anda bilang tidak ada yang bisa menangkapmu, jadi saya cuma ingin coba sedikit.”

“Itu ‘kan cuma kiasan?! Aku cuma lagi sok keren! Lagian, main borgol tiba-tiba, otakmu konslet, ya?!”

Aku benar-benar lengah. Begitu aku menurunkan sebagian penghalang mana untuk berjabat tangan dengannya, dia langsung begini.

Aku segera melepaskan tangan dari Iris dan menghancurkan borgol besi itu dengan tangan kosong.

“Wah… hebat, ya. Bahkan saya tidak bisa menghancurkannya semudah itu tanpa menggunakan mana. Seperti monster saja.”

“Kau ini benar-benar tidak sopan, ya… Kalau dilatih, segini, sih, mudah.”

“Apa benar cuma masalah itu?”

“Ya, cuma itu.”

Aku menghancurkan borgol itu menjadi bubuk dan kembali memasang penghalang mana. Dengan begini, dia bahkan tidak bisa menyentuhku lagi.

“Sudahlah, ayo cepat ke ibukota. Kalau terus-terusan memandangi pemandangan ini, yang keluar cuma helaan napas saja.”

“Baiklah. Pekerjaanku juga sudah selesai, ayo kita semua pulang. Kereta kuda agak bergoyang, lo. Tahan, ya.”

“Oke. Sebenarnya lebih cepat kalau lari, tapi aku akan menuruti kata-katamu.”

“Fufu. Ternyata Anda cukup penurut, ya. Kurasa tidak sampai satu jam ke ibukota. Kalau ada saya, kita bisa melewati gerbang utama, jadi jangan sekali-kali melepas topeng itu… eh, tidak, pakai tudung saja.”

“Kenapa?”

Tadi jelas-jelas dia mau bilang jangan lepas topeng, ‘kan?

Sialan, main ubah sikap begitu lihat topengku. Topeng ini, tuh…! Awalnya artefak legendaris dari gudang harta kekaisaran, lo?! Barang langka super duper ultra mega rare tahu?! Apa-apaan sikapnya itu.

“Jelas-jelas topeng itu mencurigakan. Saya sempat berpikir kamu monster dan mau menyerangmu.”

“Kenapa coba?!”

Jangan-jangan topeng ini bukan cuma legendaris, tapi terkutuk juga?!

Karena tidak muncul sama sekali di cerita asli, aku asal pilih dan pakai… Sepertinya pilihanku salah total.

Tapi karena aku suka, aku tidak akan melepasnya. Aku ya aku. Aku memakai tudung dalam-dalam, lalu naik ke kereta kuda dikelilingi para kesatria sesuai arahan Iris.

Iris dan yang lain berkuda mengikuti. Bagaimanapun juga, bagian belakang kereta tetap bagian belakang. Tempat untuk mengangkut barang, sedangkan semua kesatria yang ikut bisa naik kuda. Jadi, cuma aku sendiri. Agak kesepian juga.

Setelah kereta berjalan selama tiga puluh menit.

Seperti kata Iris, tembok luar yang mengelilingi ibukota sudah terlihat. Aku memandangi pemandangan yang semakin mendekat dari dalam kereta dan berseru kagum.

“Ooh! Itu dia ibukota Luminas!”

Tentu saja lebih dekat dibanding yang kulihat sebelum bertemu Iris. Terlihat jelas.

Tembok putih bergaya Eropa abad pertengahan, dengan gerbang besar yang samar terlihat di kejauhan. Benar-benar terasa seperti dunia lain, membuatku sangat bersemangat.

Pemandangan kekaisaran? Ah… itu terlalu banyak kesan negatifnya, jadi tidak ada komentar khusus. Aku cuma ingin cepat-cepat pergi dari sana. Karena itulah, aku jadi lebih terpesona dengan pemandangan ini.

“Sebentar lagi kita tiba di ibukota. Yu… Anda, tetap diam saja, ya.”

“Oke. Oh ya, mulai sekarang panggil aku ‘Yu’ saja. Lebih baik begitu, ‘kan?”

“Baiklah… fufu.”

“?”

Entah kenapa suara Iris terdengar agak gembira.

Aku tidak tahu alasannya. Sebelum sempat mencari tahu, kereta sudah tiba di gerbang utama ibukota.

 

“Selamat datang di ibukota kerajaan Aldnoah—Kota Kerajaan Luminas!”

Begitu kereta melewati gerbang utama dan berhenti, Iris berkata demikian sambil memandangi orang-orang yang berlalu-lalang di depan kami.

Kegembiraanku sudah mencapai puncaknya.

“Jadi ini ibukota yang kudambakan bahkan dalam mimpi!”

“Memangnya Anda sangat ingin datang sampai memimpikannya? Bukankah kekaisaran juga punya ibukota?”

“Ibukota kekaisaran dan kerajaan itu bagai langit dan bumi. Lihat, wajah penduduknya penuh harapan…!”

“Fufu. Meski bertopeng dan ekspresimu tidak terlihat, sepertinya Anda sangat menikmatinya. Seperti anak kecil… manis sekali.”

“Hei, Iris!”

“Ya?”

Aku mengutarakan keinginanku pada Iris yang masih duduk di atas kuda. Seluruh perasaanku kucurahkan dalam satu kalimat.

“Boleh aku jalan-jalan?!”

“Tidak boleh.”

Iris langsung menolak mentah-mentah. Tapi aku tidak menyerah.

Tujuan memasuki ibukota melalui gerbang utama sudah tercapai, jadi selama aku tidak berbuat onar, harusnya aku diizinkan untuk sekadar jalan-jalan.

Berpikir begitu, aku mengayunkan kakiku ke tepian kereta kuda.

“Kalau begitu, aku pergi dulu! Tolong jemput aku sore nanti, ya!”

“Eh, tunggu?!”

Iris mencoba menghentikanku, tapi terlambat.

Aku dengan cepat melompat turun dari kereta dan menghilang di tengah kerumunan orang. Mengenakan mantel hitam dan tudung, aku merasa seperti si hitam itu. Yang G itu.

Terdengar suara marah Iris dari belakang, tapi aku tidak berhenti. Aku berlari melewati sudut jalan dengan cepat.

Di dadaku tersimpan harapan besar.

 

▼△▼

 

Aku tertangkap prajurit.

Ya, langsung tamat~.

Begitu aku selesai berlari di jalan dan hendak melihat-lihat kios yang berjajar di alun-alun pusat, sialnya aku dipanggil oleh prajurit.

Melihat topengku, dan karena penampilanku yang seperti menyembunyikan diri, para prajurit langsung menginterogasiku tanpa basa-basi.

Dengan panik, aku berteriak, “Aku tidak mencurigakan! Aku hanya tidak bisa menyebutkan nama, tidak bisa menunjukkan wajah, dan pekerjaanku tidak tetap!” Tapi mereka malah memasang wajah seram dan berkata, “Bagaimana kalau kau ikut kami sebentar?”

Aku benar-benar diperlakukan seperti penjahat. Tapi, aku punya penghalang mana. Para prajurit mencoba menyentuh tubuhku, tapi—tepat sebelum mereka bisa menangkapku, gerakan mereka terhenti.

Sementara para prajurit kebingungan dan membeku, aku berguling-guling di tanah sambil merengek seperti bayi yang baru lahir. Mendengar keributan itu, Iris pun datang.

Aku memohon bantuan. Aku menurunkan penghalang mana dan menangis sekuat tenaga sambil memeluk sang putri.

“Iriiiis! Bapak-bapak ini mau menangkapkuuuu!”

“A-ah, Nona Iris?! Apa yang sebenarnya…”

Aku berteriak sambil pura-pura menangis. Dikelilingi tiga prajurit yang kebingungan, Iris terlihat pusing.

Dia memegang lenganku, dan dengan urat-urat biru muncul di dahinya, dia menjawab pertanyaan prajurit.

“Maafkan saya. Orang ini kenalan saya, pikirannya agak… miring, tapi dia bukan penjahat, jadi tolong maafkan dia.”

Wah, dia benar-benar marah.

Itu terlihat jelas dari cara bicaranya. Apalagi, siapa pun bisa tahu Iris sedang marah dari senyumnya yang dipaksakan itu.

Para prajurit pun hanya bisa tertawa kering.

“Be-begitu, ya… Tamu Nona Iris… haha.”

Yah, wajar, sih. Kalau kenalan putri tiba-tiba bertingkah konyol di jalan, memang hanya bisa tertawa. Itu pun tertawa getir. Benar-benar tertawa getir. Sebenarnya, kurasa mereka sama sekali tidak ingin tertawa.

“Yu-san. Tolong jangan kabur lagi, ya? Untuk kejadian kali ini, kesabaranku sudah habis.”

“Hiiii! Iblis! Asura!”

“Jangan bicara yang tidak-tidak! Ayo cepat ke istana, dasar bodoh!”

“Baiiik…”

Aku tidak menyangka akan tertangkap hanya sepuluh menit setelah kabur dari kereta. Kalau tidak ada Iris, ini bisa jadi masalah besar.

Aku berterima kasih padanya, meminta maaf, dan dengan patuh ikut ditangkap.

Lalu, setelah berjalan beberapa puluh menit.

Kami tiba di bangunan terbesar di ibukota—istana kerajaan.

“Tolong jangan berkeliaran sembarangan lagi, ya. Lain kali, saya mungkin tidak bisa melindungimu.”

“Iya, iya, aku mengerti. Kali ini aku akan ganti eksplorasi dalam istana.”

“Akan kubunuh kamu.”

“Eh? Tidak boleh?!”

“Kenapa Anda pikir itu diizinkan?”

“Tapi… eksplorasi itu romantis, ‘kan?!”

“Tidak boleh.”

“Bagaimana kalau mencari ruang rahasia…”

“Tidak ada.”

“Kalau masuk ke gudang harta karun tanpa izin…”

“Anda akan dieksekusi.”

Oh, astaga. Semuanya tidak boleh. Terus aku ke istana untuk apa?!

…Ah, untuk meminta bantuan, ya. Karena bangunan di depanku ini sangat menggoda jiwa kekanak-kanakanku, aku jadi lupa.

“Pokoknya, jangan lakukan apa-apa, ikuti aku dengan tenang. Mengerti?”

“…Oke.”

“Apa-apaan jawaban ogah-ogahan itu. …Lain kali, kalau bersamaku, kita bisa eksplorasi sedikit.”

“?! Be-benarkah?”

“Ya. Tapi hanya kalau bersamaku, lo.”

“Aku senang! Terima kasih, Iris!”

Aku berterima kasih padanya dengan senyum lebar. Meski aku tahu diriku memang sederhana, aku terharu dengan kebaikan Iris. Aku harus berusaha untuk tidak terlalu merepotkannya lagi! (Aku tidak bilang tidak akan merepotkan sama sekali).

“A-aduh! Dasar Anda ini, benar-benar, deh.”

Pipi Iris sedikit memerah.

“Pokoknya, ayo cepat. Yang Mulia pasti sudah menunggu-nunggu kepulanganku.”

“Dasar Yang Mulia cerewet.”

“Yu-san.”

“Iya!”

Mendengar suaranya yang tajam seperti pisau, aku langsung menutup mulut.

 

Dikelilingi para kesatria, aku melewati pintu raksasa setinggi lebih dari tiga meter dan memasuki ruang audiensi.

Di sana, di ujung karpet merah, seorang pria duduk di singgasana emas.

Pria itu, dengan rambut putih seperti Iris yang disisir ke belakang, menatap tajam ke arah kami. Namun, begitu melihat Iris, wajahnya melembut.

“Oh! Bukankah itu Iris! Kau sudah membereskan monster di luar, ya?”

“Ya. Semua monster telah dimusnahkan tanpa masalah.”

“Luar biasa! Memang putriku yang kubanggakan. Tapi akhir-akhir ini, laporan kemunculan monster di sekitar ibukota semakin banyak. Jumlahnya dua kali lipat dari biasanya.”

“Kami sedang menyelidiki hal itu. Sejauh ini, ada yang mengatakan mungkin ini seperti musim kawin hewan.”

“Musim kawin dari mulut Iris… fufu.”

“Yu-san? Anda mengatakan sesuatu?”

Jleb.

Padahal aku yakin hanya bergumam pelan, tapi telinga Iris yang berjarak beberapa langkah di depanku bisa menangkapnya.

Bahuku bergetar kaget. Aku menggelengkan kepala dan berkata,

“Tidak. Bukan apa-apa.”

“Oh, begitu.”

“Hm? Siapa orang bertopeng mencurigakan itu?”

Yang Mulia Raja menyadari keberadaanku yang dikelilingi kesatria di belakang Iris.

Topeng mencurigakan katanya…

“Orang ini adalah Yu-san yang telah menolongku dari monster. Dia sedikit membantu dalam pembasmian monster.”

“Dalam arti tertentu, akulah Yu yang memojokkan Iris. Cukup segini saja perkenalannya?”

“Mana bisa begitu. Tolong perkenalkan dirimu dengan benar. Yang Mulia adalah orang yang bisa dipercaya.”

“? Entah kenapa aku tidak mengerti… Apa dia anggota baru kesatuan kesatria atau semacamnya?”

“Bukan. Orang ini adalah—”

 

“—Eugram Albain Kushana.”

 

Suaraku memotong Iris, bergema di ruang audiensi.

Hampir semua mata tertuju padaku. Tak ada suara, bahkan tak ada gejolak. Mereka hanya menunggu kata-kataku selanjutnya. Karena itu, aku perlahan melepas topeng yang kukenakan.

Yang terungkap adalah mata emas yang sama dengan Iris. Mata yang sama dengan dewa, bukti sebagai putra dewa. Melihat itu, bahkan monyet pun akan menyadari identitasku.

Pertama-tama, prajurit yang berada di dekat Yang Mulia mengacungkan tombaknya.

“K-kau! Jangan-jangan wajah itu… pangeran ketiga kekaisaran?!”

“Kenapa pangeran negara musuh ada di istana kerajaan?!”

“Kepung dia! Jangan biarkan dia lolos!”

Dalam sekejap, aku dikelilingi niat membunuh dari para prajurit. Rasanya tidak terlalu menyenangkan. Meski. yah, tidak bisa dihindari.

Aku mengangkat bahu dengan lelah dan menatap lurus ke arah Yang Mulia Raja.

Yang Mulia tidak melihat ke arahku, melainkan ke arah Iris.

“I-Iris… apa maksudnya ini? Kenapa pangeran ketiga kekaisaran…”

“Saya yang membawanya kemari.”

“Kenapa kau melakukannya? Dia adalah anggota keluarga kerajaan negara musuh, bukan?”

“Saya tahu. Saya membawanya dengan sadar. Untuk menjadikan Eugram-sama… sekutu kita.”

Iris menyatakannya dengan tegas.

Wajah Raja sedikit mengeras. Seolah-olah dia ingin berkata, “Jangan bercanda.”

“Itu terlalu berbahaya. Atas dasar apa kau memercayai orang ini? Kau tahu, ‘kan, perang akan segera pecah?!”

“Ya. Hampir pasti kita akan berperang dengan kekaisaran. Mereka pasti mengincar tanah subur kita.”

“Kalau begitu—”

“Justru karena itu!”

Ting!

Suara keras Iris bergema di ruang audiensi. Sekali lagi, perhatian semua orang tertuju pada Iris.

“Justru karena itulah, saya ingin menjadikan Eugram-sama sekutu kita. Jika dia tidak ada di kekaisaran, tidak diragukan lagi kerajaan kita akan menang!”

“M-memang benar begitu… tapi aku tidak bisa memercayainya. Tidak mungkin kita bisa memercayakan nyawa kita padanya.”

“Ayolah, tenanglah sedikit, Yang Mulia Raja.”

Aku mendukung Iris. Aku berjalan melewati para kesatria kerajaan yang tangannya sudah siap di gagang senjata mereka, dan berdiri di samping Iris.

Lalu,

“Aku tidak akan pernah berkhianat. Aku tidak merencanakan apa-apa. Aku bisa menunjukkan buktinya.”

“Apa maksudmu?”

“Lihat, —kalau begini bahkan orang bodoh pun akan mengerti, ‘kan?”

Zuzuzu.

Aku mengeluarkan jumlah mana yang sangat besar dari inti sihir di dalam tubuhku.

Bukannya mengolah mana, aku hanya melepaskan dan menghabiskannya sebagai mana mentah. Hasilnya, ruang audiensi dipenuhi mana dalam jumlah yang tidak masuk akal. Ini sudah menjadi… intimidasi dengan mana.

“A-apa ini… mana ini?!”

Semua orang di ruangan itu, kecuali aku, terintimidasi oleh mana.

Mereka yang berdiri mulai berlutut, yang lemah kemauan jatuh tersungkur. Bahkan Iris pun berlutut di lantai dengan keringat besar bercucuran di hadapan mana-ku.

“I-ini… mana Eugram-sama…”

“Sudah mengerti, ‘kan? Dengan ini. Kalau aku mau, aku bisa membunuh kalian semua dalam sekejap mata, tapi aku tidak melakukannya. Bahkan Iris yang kalian andalkan pun tak ada apa-apanya dibandingkan denganku.”

—Untuk saat ini, sih.

Nantinya Iris akan menjadi cukup kuat. Tentu saja, dibandingkan dengan Eugram yang memiliki kekuatan cheat sejak lahir, dia masih lemah, tapi jika bekerja sama dengan rekan-rekannya, dia akan tumbuh cukup kuat untuk bisa membunuh Eugram.

Tapi, itu adalah hal yang tidak boleh dikatakan.

“Ugh! Begitu rupanya… Jadi ini bukti yang kau maksud.”

“Ya. Syukurlah kau sudah mengerti.”

Fuh.

Mana itu menghilang dalam sekejap. Gumpalan mana yang memenuhi ruang audiensi perlahan lenyap ke udara kosong.

Satu per satu, kecuali mereka yang terjatuh, orang-orang yang berlutut mulai berdiri.

Meski wajah mereka berkeringat, mereka terlihat sehat. Bagaimanapun juga, intimidasi tetaplah intimidasi. Aku tidak lupa mempertimbangkan kesehatan mereka. Inilah kualitas last boss.

“Jadi, kau sudah setuju dengan usulan Iris, ‘kan? Mulai sekarang aku akan berada di bawah perlindungan kerajaan, dan sebagai imbalannya, aku akan memberikan informasi atau apa pun yang kalian butuhkan. Itu syarat pertukaran kita.”

“Mohon pertimbangannya, Yang Mulia. Bermusuhan dengan Eugram-sama hanya akan menghasilkan korban.”

“Hmm…”

Raja yang masih belum sepenuhnya percaya mengerutkan dahinya.

Dia adalah raja sebuah negara. Wajar jika dia tidak bisa memutuskan dengan mudah. Tapi, waktu itu berharga. Tidak ada gunanya menunggu lebih lama lagi.

“Anda tidak perlu langsung memberi jawaban. Silakan pikirkan baik-baik dan ambil keputusan dengan tenang, Yang Mulia.”

Aku berkata demikian sambil tersenyum menyeringai.

Bagaimanapun juga, pihak kerajaan tidak bisa berbuat apa-apa terhadapku. Menyadari hal itu saja sudah cukup menguntungkan. Kalaupun ada, mungkin mereka akan mencoba meracuni atau membunuhku diam-diam, tapi keduanya tidak akan mempan pada Eugram. Sayangnya.

Aku berbalik, seolah-olah urusanku sudah selesai dan hendak meninggalkan ruang audiensi.

Iris,

“Tu-tunggu sebentar! Eugram-sama!”

mengejarku dari belakang.

Sebelum dia sempat mendekat, suara Raja yang berwibawa terdengar.

“Tunggu sebentar, Pangeran Eugram.”

Aku berhenti seketika.

Nada suara Raja terdengar serius. Aku berharap dia sudah mengambil keputusan.

Aku berbalik, dan Raja berkata dengan tenang.

“…Baiklah. Aku mengizinkan. Atas nama Raja, aku mengizinkan Pangeran Eugram untuk membelot dan tinggal di dalam istana kerajaan. Iris.”

“Y-ya.”

“Aku serahkan urusan Pangeran padamu. Kalian pasti punya banyak hal yang perlu dibicarakan. Aku akan menyediakan kamar pribadi, jadi silakan beristirahat untuk saat ini.”

“Terima kasih banyak, Yang Mulia. Kemurahan hati Anda adalah yang terbaik di seluruh benua.”

Aku mengucapkan terima kasih sambil tersenyum lebar. Ini perkembangan terbaik karena semua harapanku terkabul.

Terakhir, aku berkata,

“—Oh, omong-omong… racun tidak mempan padaku, dan kalau ada yang mencoba membunuhku diam-diam, aku akan membunuh mereka lebih dulu, ya?”

Setelah mengatakan itu, aku melangkah keluar dari ruang audiensi. Tak ada lagi yang bisa menghentikanku sekarang.

Aku berjalan di koridor setelah keluar dari ruang audiensi.

Iris yang berjalan di sampingku dengan wajah sedikit cemberut berkata,

“Aduh! Gara-gara Yu-san melakukan demonstrasi yang kelewatan begitu, usahaku untuk menyelesaikan ini dengan damai jadi sia-sia, deh!”

Dia menggerutu seperti itu.

Aku tertawa kecil dan meminta maaf dengan tulus.

“Maaf, maaf. Aku benar-benar berpikir cara itu akan lebih cepat.”

“Memang, sih, pembicaraannya jadi lancar, tapi bukankah cara itu membuat beberapa orang jadi berprasangka buruk pada Yu-san? Terutama para kesatria.”

“Mungkin begitu. Tapi,”

Tidak masalah. Karena,

“Aku ini yang terkuat.”

Tidak mungkin aku kalah. Selain gadis di sampingku ini, tak ada yang bisa membunuhku dalam cerita asli—bahkan dalam versi resminya.

“Apa-apaan itu. Kalau ada orang yang lebih kuat dari Anda muncul, bagaimana?”

“Tidak ada yang lebih kuat dariku.”

Kalau ada, Eugram pasti sudah dikalahkan dalam cerita asli.

Lagipula, aku masih terus berkembang. Potensi masih terbentang luas tanpa batas.

“Omong-omong, di mana kamarku disiapkan?”

“Saya sudah memesan tempat yang istimewa untuk kamar Yu-san.”

“Tempat istimewa?”

Entah kenapa aku punya firasat buruk.

Berpikir mungkin itu hanya perasaanku, aku mencoba bertanya lebih detail padanya, tapi dia hanya menjawab,

“Tunggu saja kejutannya, ya.”

Sembari mengobrol, kami berdua masuk ke istana sebelah.

Istana itu terlihat mahal meski tidak banyak orang di dalamnya. Strukturnya kokoh.

Aku mengikuti Iris sambil melihat-lihat sekeliling, sampai akhirnya dia berhenti. Di depan sebuah kamar, dia berkata,

“Ini kamar Yu-san.”

“Hee. Apa yang istimewa? Kelihatannya seperti kamar biasa.”

Aku membuka pintu dan masuk. Tidak ada yang aneh di dalamnya. Interiornya pun biasa saja untuk ukuran orang kaya.

“Fufu. Sebenarnya, ini tepat di sebelah kamarku, lo.”

“…Hah?”

Aku membeku mendengar pernyataan mengejutkan Iris. Aku menatapnya dengan mulut menganga.

“Ke-kenapa aku harus di sebelah kamar Iris? Bagaimanapun juga, aku ini pangeran dari negara musuh, ‘kan?”

“Sekarang kita teman, ‘kan? Lagipula, tempat ini paling aman dan mudah diawasi.”

“Tidak mau! Aku menolak keras!”

“Saya akan menggunakan wewenangku sebagai putri. Keberatan ditolak.”

Iris berkata dengan santai, masih dengan senyum secerah bunga.

Dia mendorong punggungku yang putus asa ke dalam kamar.

“Kalau begitu, saya akan mengambil artefak untuk penyamaran. Tolong tunggu dengan tenang, ya.”

“Ah, tunggu!”

Sebelum aku sempat menghentikannya, Iris sudah keluar dari kamar.

Tangan kananku yang terulur hanya menggapai udara kosong, dan keheningan menyelimuti ruangan.

“…Sewenang-wenang.”

Aku bergumam, menghela napas, lalu duduk di tempat tidur.

Entah kenapa semua berjalan sesuai keinginannya. Aku sendiri terkejut bahwa aku tidak keberatan dengan hal itu.

“Apakah ini benar? Apakah pilihanku tidak salah?”

Aku bertanya pada diriku sendiri, bukan orang lain.

Sayangnya, tidak ada jawaban yang muncul.

Aku berbaring di tempat tidur, menunggu dengan tenang kepulangan Iris.

Kelopak mataku terasa sedikit berat.

 

▼△▼

 

Iris, yang baru saja berpisah dengan Eugram, berjalan di koridor untuk mengambil artefak penyamaran.

Dalam benaknya, terbayang sosok Eugram yang baru saja ditinggalkannya.

“Fufu. Entah kenapa, rasanya aku terlalu ribut seperti anak kecil, ya.”

Dia teringat saat diselamatkan dari Orc.

Dia sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya yang seharusnya menyelamatkan, malah diselamatkan.

“Seperti pangeran dalam dongeng saja.”

Saat itu, jantung Iris benar-benar berdebar kencang.

Buku bergambar nostalgia yang dia simpan rapat-rapat seiring bertambahnya usia karena khawatir pandangan orang lain. Buku itu bercerita tentang putri yang diselamatkan pangeran dari monster jahat—cerita klasik yang sangat biasa. Sampai sekarang pun, Iris masih sangat menyukai cerita itu.

Saat diselamatkan Eugram, dia bahkan sempat membayangkan dirinya dalam posisi sang putri.

“Aku… jadi putri, ya?”

Dia tertawa. Rasanya sangat lucu.

Tapi anehnya, jantungnya berdebar begitu kencang sampai terasa sakit.

Dia ingin percaya bahwa wajahnya yang terasa panas hanyalah perasaannya saja.

Comment

Options

not work with dark mode
Reset