Selingan
Tap, tap.
Seorang gadis menuruni tangga menuju ruang bawah tanah yang remang-remang.
Dia menutupi rambut merah mudanya dengan tudung, dan membungkus tubuh mungilnya dengan mantel mewah. Matanya kosong. Dia berjalan tanpa emosi, seperti boneka tak bernyawa.
Setelah beberapa saat, sebuah pintu kecil yang indah terlihat di ujung lorong. Begitu dia membuka pintu itu tanpa ragu, cahaya menyinarinya.
Di dalam ruangan itu, ada tiga orang.
Seorang pria jangkung berkacamata yang kurus. Seorang wanita cantik yang memamerkan dadanya. Dan seorang pria berambut gimbal yang bertubuh besar duduk di sofa di antara keduanya.
Salah satu dari mereka, pria berambut gimbal, berbicara kepada si gadis.
“Hei. Kalau kau sudah kembali, berarti kau sudah dapat informasinya, ‘kan?”
“Tidak masalah. Penjagaan istana tempat target—Iris Rune Aldnoah tinggal, kira-kira seperti ini.”
Gadis itu menjawab dengan suara datar. Kemudian, dia mengeluarkan selembar kertas dari sakunya.
Pria berambut gimbal itu menerima kertas tersebut dan langsung membukanya. Setelah memeriksa isinya,
“…Apa ini semua informasi yang kau dapat?”
Pria berambut gimbal itu menatap tajam si gadis. Gadis itu menjawab sambil sedikit gemetar,
“Da-dari jauh, itu batas kemampuanku—”
“Hah!?”
Terdengar suara pukulan yang tumpul.
Itu suara gadis itu dipukul.
Kepalanya terkena pukulan, dan gadis itu jatuh ke lantai dengan mudah.
“Bukankah tugasmu untuk mengatasi hal seperti itu!? Kau pikir siapa yang memungut dan membesarkanmu, hah!!”
“…Maaf.”
Meskipun kesakitan, gadis itu mengucapkan permintaan maaf dengan lirih. Sikap itu sepertinya membuat pria itu semakin kesal, dia menginjak-injak gadis yang terjatuh itu berkali-kali.
“Sialan! Orang yang tidak berguna tidak dibutuhkan!? Dasar tidak becus!”
Buk, buk, ‘pendisiplinan’ itu terus berlanjut, sampai akhirnya berhenti setelah lebih dari sepuluh kali.
Gadis itu sudah berantakan. Tapi, dia tidak mengeluh sama sekali. Melihat hal itu, pria itu kembali duduk di sofa dan menyerahkan kertas itu kepada pria satunya.
“Apakah ini posisi penjagaan istana?”
“Ya. Meskipun tidak lengkap.”
“Tapi tetap saja ketat, ya. Apa rencana Anda? Meskipun ada permintaan, untuk membunuh Putri Iris itu… akan sulit, lo?”
“Kukukuku, tidak masalah. Meskipun lawannya adalah Putri Dewa yang terkuat sekalipun, pada akhirnya dia tetap manusia. Di hadapan pembunuhan, semua setara.”
“Masalahnya adalah di mana kita akan menyerang, ya.”
“Benar. Tidak ada batas waktu. Kita bisa santai saja.”
“Tapi… kenapa permintaan langsung seperti ini datang kepada kita?”
“Entahlah. Pasti kliennya adalah orang-orang dari kekaisaran.”
“Apakah ini persiapan untuk perang yang akan datang?”
“Pasti begitu. Sepertinya mereka sudah melakukan berbagai eksperimen menggunakan monster? Dasar gila.”
Pria itu menjawab dengan tawa kering. Mungkin dia ingin mengatakan bahwa dirinya yang mau membantu orang-orang seperti itu juga sama gilanya.
Pria berkacamata memiringkan kepalanya dengan sedikit tertarik.
“Eksperimen monster? Cerita apa itu, kedengarannya menarik.”
“Aku tidak tahu detailnya. Itu hanya cerita yang kudengar secara kebetulan. Baru-baru ini, di sebuah desa di kerajaan—”
“Hei, omong-omong!”
Brak, wanita cantik itu memukul meja, memotong percakapan para pria.
Kedua pria itu menoleh ke arahnya bersamaan.
“Bayarannya cukup besar, ‘kan? Kita sudah menerima uang muka, ‘kan?”
“Ya, lumayan banyak. Terima kasih pada kekaisaran.”
“Kalau begitu ayo minum banyak! Aku akan mengajak pria-pria tampan untuk bersenang-senang!”
“Terserah, sih… tapi lakukan di luar. Ini tempat persembunyian rahasia. Kalau ketahuan—akan kubunuh, lo?”
Pria berambut gimbal itu menatap tajam si wanita. Mungkin karena sudah lama kenal, wanita itu tidak terlihat takut.
Dia tersenyum dan berkata,
“Aku tahu, kok~. Berikan uangnya, ya?”
“Iya, iya.”
Percakapan para pria itu berakhir.
Mengabaikan cerita tentang monster, akhirnya pria berambut gimbal itu menatap gadis yang tergeletak di lantai.
“Hei, budak. Selanjutnya awasi gerak-gerik Iris. Tunggu sampai dia keluar, lalu ikuti terus. Mengerti?”
“…Baik.”
Gadis itu tidak memberontak. Dia tahu bahwa meskipun menolak, dia hanya akan mendapat kekerasan. Karena itulah dia selalu menerima permintaan yang tidak masuk akal sekalipun.
Mulai besok, hari-hari yang menyakitkan akan dimulai lagi.
Sambil berpikir, kalau saja… wanita bernama Iris itu bisa menghancurkan segalanya.