Bab 8
Nana-lah yang pertama kali menyadari adanya kejanggalan.
“Hah!? Berhenti!”
Sreeeeeeek!
Mereka berhenti mendadak sambil menggesekkan kaki ke tanah.
Iris juga berhenti di belakang Nana.
“Ada apa?”
“Dari depan sana… aku merasakan hawa keberadaan monster.”
“Monster! Apakah ada hubungannya dengan suara gemuruh yang kita dengar sejak tadi?”
“Aku tidak tahu. Yang jelas, jumlah musuh banyak. Hati-hati.”
Tepat setelah Nana mengatakan itu, beberapa monster melompat keluar dari semak-semak.
“Gruaa!”
Yang muncul adalah makhluk-makhluk aneh. Meski masih terlihat bentuk aslinya, entah mengapa mereka memiliki ciri-ciri beberapa monster sekaligus.
Serigala dengan sebagian tubuhnya berubah menjadi lendir seperti slime.
Goblin dengan cakar tajam seperti serigala.
Orc dan Ogre masing-masing memiliki dua kepala.
Mereka seperti monster-monster yang digabungkan secara paksa. Melihat itu, Iris terpaku.
“Apa itu? Apa benar-benar monster?”
“Semuanya monster yang pernah kulihat. Mungkin, mereka bercampur?”
“Nana juga berpikir begitu, ya. Siapa yang membuat tiruan dengan selera buruk seperti itu…”
“! Target, Iris Rune Aldnoah ditemukan!”
Menyusul monster-monster itu, orang-orang mencurigakan berjubah pun muncul dari semak-semak.
Iris langsung mengerti. Tak diragukan lagi, orang-orang itulah yang menciptakan monster-monster aneh di hadapan mereka.
Melihat mereka memberi laporan, sepertinya masih ada rekan lain. Begitu Iris berpikir demikian, banyak orang dengan pakaian yang sama bermunculan.
Iris menghunus pedangnya dan mengarahkan ujungnya ke arah orang-orang itu.
“Kalian siapa!? Mengapa bersama monster-monster itu…”
“Hohoho. Wah, wah, Yang Mulia Iris. Sungguh suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda.”
Seorang pria tua melangkah maju dari antara orang-orang berjubah itu.
Pria yang tampaknya adalah pemimpin mereka itu memegang tongkat yang terlihat seperti artefak di tangannya.
Iris menatap tajam pria itu.
“Siapa kalian?”
“Kami hanyalah peneliti biasa. Bisa dibilang, kami adalah orang tua dari monster-monster itu.”
“Jadi, kalian yang melakukan penggabungan monster?”
“Kau langsung menyadarinya begitu melihat makhluk-makhluk ini, ya. Mulai dari pria bertopeng tadi, kau memang cerdas.”
“Pria bertopeng? Apa yang kalian lakukan padanya!?”
“Sayang sekali kami tidak bisa membunuhnya. Tapi, saat ini dia pasti sudah jatuh entah ke mana. Dia tidak akan kembali lagi.”
“Ugh!”
Tubuh Iris menyerap sejumlah besar mana. Tekanan itu diarahkan ke orang-orang berjubah di hadapannya.
“Guh!? Ma-mana ini… hehehe. Memang benar Yang Mulia Iris dikatakan sebagai pasangan yang sempurna untuk orang itu. Tapi, subyek percobaan kami sangat kuat, lo.”
Pria tua itu perlahan mengarahkan tongkatnya ke arah Iris.
“Pergilah, kalian! Bunuh putri yang kurang ajar itu!”
“Gruaaaa!”
Menerima perintah dari si pria tua, monster-monster yang berbaris di belakangnya mulai berlari serentak. Mereka mengayunkan tinju dan cakar mereka secara membabi buta.
“Nana!”
“Baik.”
Tanpa perlu diberitahu, Nana bergerak.
Dia mengayunkan belati pendeknya bersamaan dengan Iris. Tubuh monster-monster itu terluka.
Namun, Nana tidak sekuat Iris. Bahkan dengan menggunakan mana, dia tidak bisa dengan mudah mengalahkan monster-monster yang disebut sebagai binatang gabungan itu.
Tapi itu tidak masalah. Nana sengaja membidik kaki monster-monster itu. Dia menghancurkan mobilitas mereka, dan menyerahkan pukulan terakhir pada Iris yang memiliki kekuatan serangan tinggi. Dia konsisten dengan gaya bertarung seperti itu.
Di sisi lain, Iris yang menyadari maksud Nana, mulai mengumpulkan mana. Pedang yang diisi dengan mana yang cukup untuk mencabut nyawa lawan, terus memenggal leher monster-monster itu satu per satu.
Monster-monster itu tidak bisa menandingi momentum Iris dan Nana. Barangkali karena efek peningkatan kemampuan fisik mereka. Akibat penggabungan beberapa monster, kecerdasan monster-monster itu justru menurun lebih dari sebelumnya.
Gerakan yang lamban. Serangan tanpa berpikir. Semua itu tidak bisa mengenai mereka berdua, dan satu per satu monster-monster itu tumbang. Keberadaan Nana ternyata jauh lebih besar dari yang dibayangkan.
“Cih! Karena menggabungkan monster-monster itu, kecerdasan mereka malah menurun! Tidak bisakah kalian bertindak dengan lebih bijaksana!”
Hanya karena kaki mereka terpotong, monster-monster itu sudah kebingungan. Mereka terus mengulangi serangan yang sama di tempat seperti orang bodoh.
“Dengan begini mereka tidak berguna sebagai senjata! Seharusnya kita menyesuaikan agar setidaknya bagian kepala tidak terpengaruh!”
Sambil mengertakkan gigi, si pria tua mengeluarkan perintah kepada anak buahnya di belakang. Jika dibiarkan, semua monster gabungan itu akan dikalahkan. Dia telah salah menilai kekuatan Iris.
“Kalian juga serang! Lindungi monster-monster itu, dan bunuh bocah itu dulu!”
“Baik!”
Yang mereka incar bukanlah Iris yang sepertinya tak masalah menerima serangan, melainkan Nana yang diam-diam mengganggu mereka.
Total mana Nana jauh lebih rendah dibanding Iris. Jika diserang secara berkelompok, memang tidak sulit untuk mengalahkannya.
―Itu jika lawan mereka hanya Nana.
Tapi, di sini ada Iris.
Dengan berbaik hati memberitahu bahwa mereka akan menyerang Nana, Iris bergerak mendekati Nana. Orang-orang berjubah itu menggunakan artefak penyerang mereka untuk melancarkan berbagai serangan jarak jauh, tapi Iris menangkis serangan-serangan itu menggantikan Nana. Bagi Iris, itu hal yang mudah.
“Mengincar anak kecil, kalian benar-benar pengecut, ya. Akan segera kukalahkan kalian!”
“Aku juga, akan membunuh.”
“Jangan membunuh mereka, Nana. Mari kita tangkap saja.”
“Mm, baiklah.”
Sisa beberapa monster gabungan juga dengan mudah diburu oleh Iris, dan kini ujung pedang mereka mengarah ke sisa pasukan kekaisaran.
Si pria tua dengan sigap mundur ke belakang, tapi beberapa orang yang agak terdepan terkena tebasan Iris dan Nana yang menyerang dengan cepat.
Meski serangan itu menghindari luka fatal, mereka tetap tidak bisa bergerak. Artefak mereka jatuh ke tanah, dan semua pasukan kekaisaran selain si pria tua dengan mudah dilumpuhkan.
Pria tua yang tersisa berteriak dengan ekspresi seperti iblis.
“Grrr! Jangan meremehkan kami, bocah-bocah! Aku masih punya kartu as!”
Menanggapi suara si pria tua, suara gemuruh besar yang terdengar sebelumnya kembali terdengar.
Sesuatu mendekat.
Tak lama kemudian, sesuatu itu muncul. Merobohkan pepohonan sambil mengaum keras.
“GUOOOOOOO!!”
Udara bergetar hebat. Sambil menutup telinga mereka, Iris dan yang lain mendongak melihat musuh mereka.
Di hadapan mereka, muncul monster raksasa yang ukurannya berkali lipat lebih besar dari mereka. Raksasa itu melihat Iris dan yang lain lalu mengepalkan tinjunya. Begitu menyadari akan diserang, Iris menarik tangan Nana dan melompat ke belakang.
Sesaat kemudian, terdengar suara gemuruh dan goncangan yang luar biasa.
“A-apa itu… Itu juga monster?”
Dari kejauhan, Iris membelalakkan matanya karena terkejut.
Wajar saja dia terkejut, karena dia belum pernah melihat makhluk seperti itu sebelumnya.
“Bagaimana, Iris-sama? Kita cari Papa?”
“…Mari kita bertarung. Aku yakin Yu-san akan segera kembali. Sekarang kita harus mengulur waktu sebisa mungkin agar mereka tidak mencapai desa.”
Jika ingin melarikan diri, itu mudah saja. Namun, jika mereka melakukannya, desa terdekat bisa saja hancur.
Untuk melindungi banyak penduduk, Iris membulatkan tekadnya.
“Tapi kurasa sulit untuk mengalahkan raksasa itu.”
“Benar. Hanya dengan melihatnya saja, kita bisa memperkirakan kekuatannya. Jika bertarung secara normal, kita tidak akan bisa memberikan damage yang berarti.”
“Apa Iris-sama punya cara?”
“Ya, aku punya kartu as yang kusimpan.”
“Kartu as?”
Nana memiringkan kepalanya. Iris melepaskan tangan Nana dan mulai menyerap mana dari sekitarnya. Jumlahnya begitu banyak hingga membuat Nana terkejut.
Kemudian, lingkaran sihir berwarna hijau muncul di bawah kaki Iris. Lingkaran sihir itu bersinar semakin terang, dan bersamaan dengan itu Iris bergumam.
“―Pemanggilan Roh.”
▼△▼
Angin berhembus.
Angin berputar dengan Iris sebagai pusatnya. Angin itu kemudian membentuk pusaran kecil. Pusaran itu memancarkan cahaya hijau.
Akhirnya cahaya itu mereda, angin menghilang, dan seorang wanita muncul.
Rambut hijau yang indah. Rambut panjang sepinggangnya bergerak lembut, dan mata berwarna senada yang menyejukkan menatap lurus ke arah Iris dan yang lain.
“Sudah lama tidak dipanggil ya, Iris.”
“Lama tidak berjumpa, Roh Sylphid-sama.”
Iris berlutut di tempat. Dia menundukkan kepala dengan hormat.
“Angkat kepalamu, Iris. Apa yang terjadi?”
“Saya memanggil Anda untuk meminta bantuan dalam mengalahkan raksasa itu.”
“Raksasa? … Oh, yang itu?”
Sylphid berbalik dan melihat raksasa yang mendekat ke arah Iris dan yang lain. Mobilitas raksasa itu tidak bisa dibilang tinggi.
“Bisakah Anda mengalahkannya? Saya percaya Anda bisa, Sylphid-sama.”
“Aku tidak yakin. Dengan jumlah mana yang kumiliki sekarang, aku tidak tahu apakah bisa menembus pertahanannya…”
“Jadi bahkan bagi Sylphid-sama pun sulit, ya.”
Iris sudah menduga hal itu. Tapi, lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa. Dengan harapan di dadanya, Iris berdiri.
“Meski begitu, tolong bantu saya! Pinjamkanlah kekuatan Anda kepada saya!”
“Baiklah. Sudah sewajarnya aku membantu Iris sebagai kontraktornku. Serahkan padaku.”
“GUOOOOO!!”
Akhirnya si raksasa tiba di hadapan Iris dan yang lainnya.
Menghadapi tubuh raksasa yang harus dilihat dengan mendongak, Sylphid mengulurkan tangan kanannya ke depan dan melancarkan sihir. Gelombang kejut tak terlihat menyerang si raksasa.
“Terbanglah kau!”
Itu adalah tekanan angin. Sylphid bisa mengendalikan angin sesuka hatinya.
Dia mencoba menggunakan kekuatan itu untuk menjatuhkan si raksasa ke belakang, tapi…
“GRU—AAAA!”
Si raksasa menahan serangan Sylphid dengan kekuatan kaki yang luar biasa.
Dia mengepalkan tinjunya dan mengayunkannya ke bawah.
Serangan yang seperti bom itu mengarah ke Sylphid dan yang lainnya. Sylphid mengembangkan perisai angin untuk menangkis serangan itu ke samping. Tinju si raksasa menghantam tanah.
Tanah di sekitarnya langsung terangkat. Permukaan tanah hancur dan debu beterbangan.
“Jika tekanan angin tidak mempan, rasakan serangan pemotongku!”
Sylphid kembali mengumpulkan mana dan melepaskan serangan pemotong dari angin. Ini juga merupakan serangan tak terlihat. Si raksasa bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda akan bertahan, dan seluruh tubuhnya tersayat.
Dibandingkan dengan tekanan angin sebelumnya, serangan ini berhasil memberikan damage yang lebih berarti.
Namun…
“Apa!? Luka yang dibuat oleh Sylphid-sama… beregenerasi!?”
Si raksasa yang tubuhnya dipenuhi luka sayatan yang tak terhitung jumlahnya. Luka-luka itu dengan cepat menutup. Dalam sekejap kembali seperti semula.
“Bukan penyembuhan alami, tapi regenerasi tubuh? Dengan begini, kita tidak akan bisa menang kecuali mengalahkan monster itu dalam sekali serang.”
Bahkan Sylphid pun mulai panik. Iris dan Nana juga tidak tahu harus berbuat apa.
“Tidak mungkin… di saat seperti ini ternyata dia punya kemampuan regenerasi juga…”
“Hahaha! Bagaimana!? Ini adalah mahakarya terbaikku! Aku terkejut saat kalian memanggil roh, tapi pada akhirnya itu hanyalah strategi yang bergantung pada mana! Dengan cara seperti itu kalian tidak akan bisa mengalahkannya!!”
Melihat Iris dan yang lainnya yang tampak putus asa, si pria tua berteriak dengan penuh semangat.
Mereka berusaha mencari jalan keluar, tapi karena kesederhanaannya, tidak ada cara untuk mengatasinya. Sebanyak apapun diserang, si raksasa tidak akan mati.
Pada akhirnya, ketika mana mereka habis dan roh menghilang, Iris dan yang lainnya akan…
Sambil melihat ke atas si raksasa yang kembali mengangkat tinjunya, ekspresi Iris dipenuhi kekhawatiran. Dia menggenggam pedangnya dengan kuat dan mulai berlari, bertekad untuk melawan sampai akhir.
—Saat itu.
Lengan si raksasa yang diayunkan ke bawah tiba-tiba terpotong.
Dengan suara berdebum yang keras, lengan yang sebesar tiang itu jatuh ke tanah.
Sementara semua orang terkejut, seorang pemuda muncul. Pria bertopeng aneh itu meletakkan pedang di bahunya dan berkata,
“Sepertinya aku tepat waktu, ya.”
Melihatnya, senyum kembali ke wajah Iris. Dia berteriak dengan suara keras.
“Y-Yu-san!”
▼△▼
Meski tadi dilempar sangat jauh oleh si raksasa, akhirnya aku bisa bergabung kembali dengan Iris dan yang lainnya.
Yah, dengan ukuran sebesar itu, si raksasa memang sangat mencolok. Mudah untuk menemukannya.
Tapi, sepertinya mereka mengalami hal yang sangat sulit selama aku tidak ada. Baik Iris maupun Nana menatapku dengan ekspresi yang agak cemas.
Mungkin mereka cemas karena raksasa itu, ya.
“Yo, Iris, Nana. Aku kembali.”
“Syukurlah… Kamu baik-baik saja.”
“Tentu saja, ‘kan? Aku tidak mungkin terluka.”
“Hebat seperti biasa, Papa. Dengan mudah memotong lengan raksasa itu.”
“Yah. Sejujurnya, makhluk besar itu tidak sekuat itu, kok.”
“Kami sama sekali tidak bisa mengalahkannya, lo. Karena dia punya kemampuan regenerasi.”
“Kemampuan regenerasi?”
Apa itu, pikirku sambil melihat ke arah si raksasa.
Dan benar seperti kata Iris, si raksasa menumbuhkan lengan baru menggantikan lengan yang kupotong tadi.
Apa-apaan itu.
“Wah, menjijikkan.”
Bisa meregenerasi lengan, ini bukan monster biasa. Hanya dengan menggabungkan monster-monster, bisa mendapatkan kemampuan konyol seperti itu?
“Hmm, aku mengerti. Memang dengan kemampuan regenerasi itu, masih terlalu dini bagi Iris dan yang lain untuk mengalahkannya.”
“Apakah Yu-san bisa mengalahkannya?”
“Tentu saja. Itu hal mudah.”
Tidak ada musuh yang tidak bisa kukalahkan. Kebetulan sepertinya Iris mengandalkanku, jadi sesekali aku harus menunjukkan alasan mengapa aku disebut yang terkuat.
Aku juga tidak bisa memaafkan mereka yang membuat wajah Iris dan Nana muram.
“…Kalau begitu, aku akan kembali duluan. Mana-ku sudah hampir habis.”
“Terima kasih banyak, Sylphid-sama.”
“Ya. Hati-hati, Iris,” kata roh angin yang terikat kontrak dengan Iris sebelum menghilang, melebur ke udara.
Aku melangkah maju dengan pedang di bahu.
Sambil melambaikan tangan pada Iris dan yang lain, aku mendekati si raksasa.
Dalam perjalanan, aku mendengar suara dari kaki si raksasa.
“Ka-kau! Bagaimana bisa kembali secepat ini!?”
“Oh. Kau, bajingan. Berani-beraninya kau melemparku.”
Memang raksasa itu yang melakukannya, tapi yang memberi perintah adalah kakek tua itu. Tak bisa kumaafkan.
“Kali ini aku tidak akan jatuh ke lubang yang sama. Akan kubereskan dengan cepat.”
“Percuma saja! Kau juga tidak akan bisa mengalahkan mahakarya terbaikku!”
“Teruslah bicara. Akan kutunjukkan kenyataannya.”
Aku mengangkat pedangku tinggi-tinggi. Bersiap dengan kuda-kuda atas.
Aku memusatkan sejumlah besar mana ke bilah pedang. Udara bergetar karena pengaruh mana. Mana yang seharusnya tak terlihat, kini bercahaya biru tua karena kepadatannya yang luar biasa. Pedang itu tampak bersinar.
“A-apa itu!? Tidak mungkin. Tidak mungkin! Manusia tidak mungkin bisa mengendalikan mana sebanyak itu…”
Si kakek tua panik. Wajahnya memucat dan dia kehilangan kendali.
“Tunggu? Jangan-jangan kau… tidak, Anda adalah!?”
“Kau terlambat menyadarinya.”
Andai saja dia menyadari identitasku lebih cepat, mungkin situasi terburuk ini bisa dihindari.
Sembari memikirkan hal itu, aku mengayunkan pedang yang telah selesai kukontrol.
Cahaya ungu melesat lurus seperti pita. Ia menelan raksasa di depanku, mewarnai dunia dengan cemerlang.
Cahaya yang begitu terang terpancar ke segala arah.
Cahaya itu menelan segalanya, dan yang tersisa hanyalah kesunyian—.