Switch Mode

Isekai Romcom Volume 1 Chapter 1

Ke Dunia Manga?

Bab 1: Ke Dunia Manga?

 

—Di mana… aku?

Entah kenapa, kesadaranku terasa kabur…

Aku membuka mata untuk memastikan keadaanku.

Saat melihat sekeliling, sepertinya aku berada di dalam sebuah sekolah.

Awalnya kukira ini sekolahku, tapi saat kuperhatikan baik-baik, ternyata bukan.

Struktur bangunan dan suasana koridornya berbeda dengan sekolahku. Yang lebih aneh lagi… entah kenapa aku mengenakan seragam, tapi seragam ini jelas-jelas bukan milikku.

Ada apa ini? Kenapa aku memakai seragam sekolah yang tak kukenal?

Oh iya, bukankah aku… tertabrak truk?

Jadi, mungkinkah ini di dalam mimpi?

Aku tertabrak truk, kehilangan kesadaran, dan sekarang berada dalam mimpi?

Itu kemungkinan yang paling masuk akal… atau mungkin aku sudah mati.

Hm? Aneh, tubuhku mulai bergerak sendiri tanpa kusadari.

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah, menuju ke suatu tempat.

Dari jendela terlihat klub sepak bola sedang berlatih di lapangan, jadi sepertinya ini sudah waktu pulang sekolah.

Tapi bukannya menuju pintu keluar, aku malah berjalan ke arah salah satu kelas.

Rasanya aneh, ya, ini tubuhku tapi aku tak bisa mengendalikannya.

Yah, namanya juga mimpi, mungkin memang begini?

Sambil pasrah mengikuti gerak tubuhku yang bergerak sendiri, akhirnya aku tiba di depan sebuah kelas.

Saat tanganku hendak membuka pintu geser yang tertutup… tubuhku tiba-tiba berhenti.

Sepertinya ada suara dari dalam, dan aku menajamkan telinga untuk mendengarkannya.

“Bagaimana ini, Sei-chan… Apa aku boleh menyatakan perasaanku?”

“Kenapa kau masih ragu-ragu, Shiho?”

Ah…!?

Suara ini, dan nama-nama tadi… jangan-jangan, Shiho Fujise dan Sei Shimada?

Tidak mungkin salah, aku yang sudah berkali-kali mendengarkan drama CD ini pasti tahu.

Suara ini pasti milik Shiho Fujise dan Sei Shimada.

“Habisnya Yuuichi-kun ‘kan sudah punya Toujoin-san… Aku merasa hanya jadi pengganggu di antara mereka berdua.”

Adegan ini… jangan-jangan, yang itu?

Adegan favoritku, yang paling kusukai… adegan saat aku jatuh hati pada Sei Shimada?

Adegan ini tidak ada di drama CD, aku tak menyangka bisa mendengarnya…!

Ini adalah adegan di mana heroine Shiho Fujise sedang bimbang apakah akan menyatakan perasaannya pada tokoh utama, Yuuichi Shigemoto.

Yuuichi mengajaknya kencan dan Shiho ragu apakah harus menyatakan perasaannya di sana, tapi dia tidak punya keberanian.

Yuuichi punya teman masa kecil yang manis bernama Kaori Toujoin, jadi Fujise bahkan berpikir mungkin sebaiknya dia menolak ajakan kencan itu.

Yang mendorongnya adalah Sei-chan.

“Lupakan soal Toujoin. Yang penting adalah perasaanmu, Shiho.”

Suara mereka berdua di dalam kelas sepulang sekolah terdengar sampai ke tempatku di luar.

“Perasaanku…”

“Kau suka Shigemoto ‘kan, Shiho? Kau ingin pacaran dengannya, ‘kan?”

“…Iya.”

“Kalau begitu kau harus berusaha. Tenang saja, kau pasti bisa. Lagipula, dia yang mengajakmu kencan, berarti dia pasti ada rasa padamu.”

“I-iya… kau benar. Terima kasih, Sei-chan.”

Akhirnya Fujise berterima kasih dengan malu-malu.

“Kalau begitu, aku pergi latihan klub dulu, ya!”

“Oke, semangat, ya.”

“Iya! Sei-chan, terima kasih banyak, ya!”

Fujise ikut klub tenis, jadi dia buru-buru pergi latihan.

Aku berada di dekat pintu di sisi podium guru, sementara Fujise keluar lewat pintu di belakang kelas dan berlari di koridor.

Fujise pergi ke klubnya tanpa menyadari keberadaanku.

Dan… Sei-chan yang tersisa sendirian di kelas.

“Berjuanglah, Shiho… untukku juga.”

—Ini dia.

Momen saat aku jatuh cinta pada Sei-chan.

Ternyata Sei-chan juga menyukai tokoh utama, Yuuichi Shigemoto.

Tapi Sei-chan sudah lama tahu kalau Fujise menyukai Yuuichi.

Awalnya Sei-chan tidak menyukai Shigemoto, tapi seiring berinteraksi dengannya, dia mulai memahami sifat Shigemoto dan akhirnya juga menyukainya.

Namun Sei-chan memendam perasaannya demi sahabatnya Fujise, dan malah membantu mereka berdua agar bisa bersama.

Sei-chan yang begitu tulus pada kedua temannya, sahabatnya.

Sei-chan yang seperti itulah yang membuatku jatuh hati.

Saat aku berpikir begitu, tiba-tiba tubuhku membuka pintu kelas dengan sendirinya.

Tentu saja, Sei-chan yang ada di dalam menyadari kehadiranku dan menoleh.

“Ah… Hisamura, kau mendengarnya?”

“Aku tidak sengaja. Maaf, ya.”

Mulutku terbuka sendiri, menjawab ucapan Sei-chan.

Tunggu, Hisamura?

Sei-chan memanggil namaku?

Oh, tapi bukan. Kalau ingat-ingat adegan ini…

Jangan-jangan, aku… menjadi Tsukasa Hisamura?

Tsukasa Hisamura, dia juga karakter di “Ojojama”, sahabat Yuuichi Shigemoto.

Perannya dalam cerita adalah mendengarkan curhat Shigemoto soal cinta dan sesekali memberi saran.

Aku juga suka karakter ini.

Kenapa? Karena kebetulan namanya sama persis denganku.

Aku senang sekali ada karakter dengan nama yang sama di manga favoritku, benar-benar keajaiban.

Bahkan sifat dan cara bicaranya mirip denganku… bukan berarti aku sengaja menirunya, lo.

Aku selalu bersemangat kalau karakter lain memanggil namanya, rasanya seperti aku yang dipanggil.

Dan sekarang, Sei-chan memanggil namaku.

Yah, mungkin dia memanggil Tsukasa Hisamura si karakter manga, bukan aku di dunia nyata.

Tapi karakter sahabat tokoh utama seperti ini biasanya tidak terlalu terlibat dalam kisah cinta.

Tsukasa Hisamura hanya iseng menggoda Shigemoto yang galau soal cinta segitiga, dan kadang-kadang memberi saran serius.

Sepertinya dalam mimpi ini, aku menjadi Tsukasa Hisamura.

“Soal yang tadi, tidak apa-apa? Shimada juga… suka Yuuichi, ‘kan?”

Lagi-lagi mulutku, atau lebih tepatnya mulut Tsukasa Hisamura, terbuka sendiri dan berbicara pada Sei-chan.

Oh iya, di manga “Ojojama” juga ceritanya berlanjut seperti ini.

Aku menjadi karakter Tsukasa Hisamura, tapi sepertinya bergerak sesuai cerita aslinya.

Padahal ini mimpi, tapi kenapa bisa jadi begini, ya.

Tapi aku bisa menyaksikan adegan favoritku dari tempat terbaik, jadi ini luar biasa!

Sei-chan yang ada di depan mataku ini sangat manis dan cantik.

“…Tidak apa-apa, kok. Aku hanya memastikan apakah Shigemoto pantas untuk Shiho. Tidak ada tempat untukku, mereka berdua sangat cocok.”

Sei-chan berkata begitu sambil tersenyum.

Ah, aku… jatuh cinta padamu saat melihat senyuman itu.

Senyuman indah yang memikirkan temannya, tapi juga senyuman kesepian yang memendam perasaannya sendiri.

Melihat senyuman yang memadukan kedua hal itu, aku jadi mengidolakan Sei-chan─

─Tapi, meski itu senyuman yang membuatku jatuh cinta, aku tidak ingin melihatnya tersenyum seperti itu.

Aku tidak ingin kau menunjukkan senyuman sedih seperti itu.

Kebahagiaan idola adalah kebahagiaan penggemarnya.

Cerita di mana kau tidak bisa bahagia—aku ingin mengubahnya.

“Aku suka padamu.”

“…Hah?”

Dalam mimpi ini, untuk pertama kalinya aku bisa berbicara atas kemauanku sendiri.

“Aku sangat menyukai hatimu yang memikirkan temanmu, kebaikan hatimu itu.”

“A-apa!? A-apa yang kau bicarakan, Hisamura!?”

Sepertinya aku masih berbicara pada Sei-chan sebagai Tsukasa Hisamura.

Dan Sei-chan merespon kata-kataku.

Bisa menyatakan perasaan langsung pada karakter favorit dari manga dan melihat reaksinya, mimpi ini benar-benar luar biasa.

“Aku sangat suka ekspresi Sei-chan yang tegas, keren sekali. Rambut pendek keperakanmu juga keren, sangat cantik dan sempurna.”

“Se-Sei-chan!? K-kau, kenapa tiba-tiba memanggilku begitu… D-dan, kenapa kau mengatakan hal yang memalukan seperti itu…!”

Wajah Sei-chan memerah mendengar kata-kataku.

Dia sangat manis, sungguh menggemaskan…!

“Aku suka Sei-chan yang begitu baik, khawatir pada Fujise dan mencari tahu tentang Yuuichi. Aku juga sangat suka Sei-chan yang gampang jatuh cinta pada Yuuichi setelah menyelidiki dan berinteraksi dengannya, itu sangat manis.”

“Ugh…! K-kau, apa kau ingin membuatku marah…!?”

Sei-chan dengan wajah merah padam dan mata berkaca-kaca juga sangat manis.

“Aku sangat suka Sei-chan yang memendam perasaannya demi sahabat-nya, tapi aku juga tidak suka itu.”

“Ugh… kau ini, tiba-tiba kenapa, sih…”

Cerita “Ojojama” yang kubaca belum selesai.

Tadi, Sei-chan mendorong Fujise untuk berusaha menyatakan perasaan-nya, tapi rencana itu digagalkan oleh Kaori Toujoin, teman masa kecil Yuuichi, dan ceritanya terus berlanjut tanpa ada pernyataan cinta.

Saat Sei-chan mendengar dari Fujise bahwa dia gagal menyatakan perasaannya, diam-diam Sei-chan merasa sedikit lega.

Karena Yuuichi Shigemoto belum berpacaran dengan siapa pun, Sei-chan berpikir mungkin dia masih punya kesempatan.

Meski kemudian Sei-chan membenci dirinya sendiri karena berpikir begitu, tapi wajar saja kalau perasaan seperti itu muncul sebagai manusia.

Tapi… meskipun ceritanya berlanjut, Sei-chan mungkin tidak akan bisa bersama Yuuichi Shigemoto.

Ada dua heroine utama, dan Sei-chan sudah dipastikan jadi heroine yang kalah.

Artinya, meski cerita ini berlanjut, Sei-chan tidak akan bisa bahagia.

“Sei-chan, mungkin kau tidak akan bisa bahagia nantinya.”

“K-kenapa aku harus mendengar hal seperti itu darimu?!”

Benar, Tsukasa Hisamura seharusnya sama sekali tidak terlibat dalam kisah cinta cerita ini.

Tapi, aku─

“Karena itu, Sei-chan, biar aku yang membuatmu bahagia.”

“…Hah?”

“Sei-chan, aku menyukaimu. Aku pasti akan membuatmu bahagia, jadi maukah kau pacaran denganku?”

“Apa?!”

Aku tidak peduli posisi Tsukasa Hisamura dalam cerita ini.

Aku hanya ingin membuatnya bahagia.

Karena aku tidak ingin melihat senyuman sedih itu lagi, tidak ingin membuatnya tersenyum seperti itu lagi.

“Tu-tunggu dulu! K-kau… serius?!”

“Aku serius. Aku sangat menyukai Sei-chan, aku bisa memberikan seluruh hidupku untukmu.”

“Apa?!”

Meski masih SMA dan hanya kerja sambilan, hampir semua uang dari kerja sambilanku kuhabiskan untuk membeli merchandise Sei-chan.

Mulai sekarang pun, setiap kali ada merchandise baru, aku pasti akan melakukan hal yang sama.

Begitulah betapa aku menyukai Sei-chan.

“K-kau, sejak kapan jadi orang yang bisa ngomong begitu…?”

“Sei-chan yang membuatku jadi begini.”

“Ugh… k-kau ini, ngomong gombal begitu…!”

Meski berkata begitu, Sei-chan mungkin malu-malu, dia mengalihkan pandangan dengan pipi memerah.

Aku ingin melihat wajah manisnya lebih dekat, jadi aku melangkah mendekatinya.

Karena ini mimpi, aku bisa menyampaikan perasaanku yang sesungguhnya pada karakter ini, dan bisa mendekatinya tanpa ragu seperti ini.

Kalau di dunia nyata, aku pasti terlalu malu untuk melakukannya, tapi tidak mungkin ‘kan ada karakter manga di depanku dalam kenyataan.

“Aku suka semua ekspresimu, wajah tegasmu yang keren, wajah malumu yang tersipu, dan wajah manismu saat tersenyum.”

“K-kau ini, cuma membicarakan wajahku saja…!”

“Tentu saja aku juga suka kepribadianmu. Seperti yang kukatakan tadi, menurutku Sei-chan luar biasa karena memikirkan Fujise dan memendam perasaanmu sendiri. Aku suka Sei-chan yang baik hati seperti itu, tapi aku ingin kau lebih bahagia lagi.”

“Hisamura…”

Selain itu, di cerita aslinya juga ada gambar Sei-chan pakai baju renang, jadi meski tidak kelihatan dari luar, aku tahu dia punya badan yang sangat seksi.

Yah, meskipun dalam mimpi, aku tidak punya keberanian untuk mengatakan itu pada Sei-chan.

Saat aku mendekatinya, Sei-chan perlahan-lahan mundur.

Karena dia mundur sambil menghadap ke arahku menuju podium guru, dia tidak menyadari ada undakan di sana.

Sei-chan tersandung dan hampir jatuh ke belakang.

“Ah…!”

“Awas!”

Aku buru-buru mengulurkan tangan untuk menopangnya agar tidak jatuh.

Karena aku menopangnya seperti memeluk, tubuh kami bersentuhan dan wajah kami jadi sangat dekat.

“…”

Entah aku, atau Sei-chan, atau mungkin kami berdua, terdengar suara menahan napas.

“Ma-maaf, terima kasih.”

“Ti-tidak apa-apa.”

Sei-chan segera berdiri sendiri dengan wajah merah padam dan menjauh sedikit dariku.

Aku juga jadi merasa wajahku memanas.

Bulu matanya sangat panjang, matanya besar dan seperti menarikku masuk… idolaku memang manis.

Aku ingin melihatnya dari dekat lagi.

Ini ‘kan mimpi, mungkin tidak apa-apa kalau aku lebih agresif sedikit.

“Jadi, Sei-chan, bagaimana jawabanmu?”

“Ja-jawaban? Jawaban apa?”

“Tentu saja jawaban atas pernyataan cintaku.”

“Uuh…!”

Dia berdiri di atas podium guru dengan membelakangi papan tulis dan memalingkan wajah dariku. Aku mendekatinya lagi, meletakkan tangan kananku di papan tulis, mengurung Sei-chan di antara lenganku dan dinding.

Ini yang disebut “kabedon” ‘kan, ya. Mungkin tidak cocok kalau dilakukan oleh orang sepertiku, tapi situasi di mana Sei-chan yang diperlakukan begini, baik secara objektif maupun subjektif, benar-benar luar biasa.

“Hi-Hisamura, kau ini, terlalu dekat…”

“Habisnya Sei-chan tidak menjawab. Lagipula wajah malumu terlalu manis, jadi aku jadi ingin mendekat.”

“Ugh… ja-jawaban itu, yah…”

“Sei-chan, aku sangat menyukaimu. Aku pasti akan membuatmu bahagia, jadi maukah kau jadi pacarku?”

“…!”

Saat aku mengatakannya sekali lagi, Sei-chan menatapku dengan mata berkaca-kaca.

Ugh, Sei-chan terlalu manis, rasanya kepalaku mau meledak.

“Ja-jawabannya, bisa tunggu dulu tidak? Ini terlalu tiba-tiba, jadi…”

“Tidak mau. Aku ingin jawabannya sekarang.”

“Heh!?”

Habisnya ini mimpi, kalau aku tidak dapat jawaban sekarang, aku bisa menyesal seumur hidup begitu terbangun nanti.

Bahkan kalau ditolak pun, aku ingin melihat bagaimana akhir dari pernyataan cinta ini dalam mimpi.

“Aku tidak akan membiarkanmu pergi sampai kau menjawab.”

“Uuh… kau ini, sejak kapan jadi orang yang memaksa begini…?”

“Sei-chan, bagaimana? Apa aku tidak bisa jadi pacar Sei-chan?”

Aku mendekatkan wajahku sedikit lagi sambil bertanya, Sei-chan menjawab sambil mengalihkan pandangannya ke sana-sini.

“Ya-yah, aku tahu Hisamura orang yang baik… bukan berarti kau tidak bisa jadi pacarku…”

“Kalau begitu, kita pacarana, ya?”

“I-itu dan ini ‘kan agak berbeda…!”

“Aku ingin jawabannya sekarang.”

Soalnya kalau tidak, mungkin sebentar lagi aku akan terbangun dari mimpi ini.

“Sei-chan, mana yang kau pilih?”

“U-uuh…! Uwaa!”

“Wah!?”

Saat aku mencoba mendekatkan wajahku lagi, Sei-chan dengan wajah merah padam mendorong dadaku dengan kedua tangannya.

Aku jadi oleng dan menjauh, Sei-chan memanfaatkan kesempatan itu untuk lolos dari kungkungan lenganku dan dinding.

“Se-sekarang tidak bisa! Aku pasti akan memberi jawaban dalam waktu dekat, jadi tunggu, ya!”

“Tunggu, Sei-chan!”

Kalau bukan sekarang tidak ada artinya! Kalau bukan sekarang, aku akan terbangun dan tidak bisa mendengar jawabannya selamanya!

“Ti-tidak bisa, sudah tidak bisa! Aku mau pulang!”

Sei-chan mengambil tasnya dan bergegas ke arah pintu kelas.

Sial, sepertinya tidak bisa, ya. Bahkan dalam mimpi pun, sepertinya tidak mungkin menahan dia lebih lama dan mendengar jawaban pernyataan cintaku.

Kalau begitu, setidaknya… aku harus mengatakan ini.

“Sei-chan, aku serius! Aku benar-benar menyukaimu dan aku benar-benar ingin membuatmu bahagia!”

“Eh!? Ba-baiklah! Aku akan memikirkannya! Sampai jumpa!”

Terakhir kali dia menunjukkan wajah manisnya yang merah padam, lalu Sei-chan keluar dari kelas.

Aku bisa mendengar suara langkah kaki Sei-chan dari koridor, sepertinya dia lari sekuat tenaga.

Sei-chan punya kemampuan atletik yang bagus, jadi mungkin aku tidak akan bisa mengejarnya.

Apa dia baik-baik saja, ya? Jangan-jangan dia terburu-buru dan jatuh dari tangga?

Soalnya Sei-chan itu agak ceroboh. Yah, itu juga salah satu sisi manisnya, sih.

“Haah… tapi akhirnya aku tidak mendapatkan jawabannya, ya.”

Aku tidak tahu kapan mimpi ini akan berakhir, tapi sepertinya aku akan terbangun sebelum mendapat jawabannya.

Ah, tapi bisa bermimpi tentang idolaku saja sudah luar biasa, apalagi bisa melihat sisi manis Sei-chan yang mungkin belum pernah digambarkan di cerita aslinya.

Aku bisa mengalami itu dalam mimpi, sungguh luar biasa.

“Tapi, kok, tidak bangun-bangun, ya.”

Aku sampai bergumam begitu karena tidak kunjung terbangun dari mimpi ini.

Malah kesadaranku terlalu jernih untuk disebut mimpi, dan kelima inderaku berfungsi dengan baik.

Rasanya mencurigakan, apa ini benar-benar mimpi?

Tapi kalau pengalaman seperti mimpi ini ternyata bukan mimpi, itu justru lebih gawat lagi.

“…Yah, sebaiknya aku pulang saja dulu.”

Aku berkata begitu sambil menggendong tas yang tergantung di mejaku.

Meski kubilang pulang, dunia ini adalah dunia “Ojojama”, jadi sebenarnya aku tidak punya rumah untuk pulang. Tapi sekarang aku menjadi Tsukasa Hisamura.

Tentu saja Tsukasa Hisamura sebagai karakter di dunia ini punya rumah untuk pulang, jadi aku akan pulang ke sana.

Entah kenapa lokasi rumah itu ada di kepalaku, jadi aku bisa pulang dengan normal.

Yang lucu adalah, ada beberapa bagian yang terasa sangat nyata, padahal ini aneh.

Lalu aku pulang dengan perasaan gembira, mengingat-ingat betapa manisnya Sei-chan tadi.

“Eh, tadi Hisamura-kun menyatakan cinta pada Sei-chan?”

—Saat itu, aku sama sekali tidak menyangka kalau kata-kata pernyataan cintaku yang terakhir terdengar oleh seseorang.

 

◇ ◇ ◇

 

Malam itu, Sei Shimada… berbaring gelisah di atas tempat tidurnya.

“Apa-apaan dia itu, apa-apaan, sih…!”

Yang terbayang di kepalanya tentu saja kejadian sepulang sekolah tadi.

Shiho memintanya untuk tinggal karena ada yang ingin dibicarakan, jadi mereka berdua bicara berdua saja di kelas.

Ternyata Shiho diajak kencan oleh Yuuichi Shigemoto, orang yang disukainya.

Tapi ada rumor kalau Shigemoto pacaran dengan Kaori Toujoin, bahkan ada rumor kalau mereka bertunangan.

Shiho bertanya apakah tidak apa-apa kencan dengan orang seperti itu, dan apakah boleh menyatakan perasaannya.

Sei menjawab konsultasi dari Shiho, sahabatnya, dengan sangat serius.

Saat mengumpulkan informasi tentang Shigemoto demi Shiho, Sei mendengar kalau mereka berdua hanya teman masa kecil, rumor kalau mereka pacaran itu bohong, dan rumor pertunangan juga bohong.

Tapi sepertinya benar kalau Kaori Toujoin menyukai Shigemoto, dan semua rumor itu disebarkan oleh Toujoin untuk mengamankan Shigemoto.

Ketika Sei memberitahu Shiho, dia terlihat lega sekali.

Shiho menerima ajakan kencan dari Shigemoto karena yakin dia bukan tipe laki-laki yang mengajak perempuan lain kencan padahal sudah punya pacar atau tunangan, tapi tetap saja dia sedikit khawatir.

Namun Shiho ragu-ragu lagi saat mendengar informasi kalau Toujoin menyukai Shigemoto.

Dia bertanya-tanya apakah tidak apa-apa kalau dia menyatakan perasaannya.

Karena itu Sei berkata, “Lupakan soal Toujoin. Yang penting adalah perasaanmu, Shiho.”

Mendengar itu, Shiho akhirnya bisa menguatkan tekadnya dan memutuskan untuk menyatakan perasaannya saat kencan nanti.

Sei pikir masalah Shiho sudah selesai dan konsultasi mereka berakhir… tapi ternyata tidak.

“Lalu, dia itu…!”

Ya, dia… Tsukasa Hisamura datang.

Belakangan ini Sei sering mengobrol dengan Hisamura karena ingin mengumpulkan informasi tentang Shigemoto demi Shiho.

Awalnya Hisamura memandang Sei dengan curiga, tapi setelah mendengar Sei jujur mengumpulkan informasi tentang Shigemoto demi Shiho, dia mulai bicara normal.

Kecurigaan Hisamura terhadap Sei yang menyelidiki Shigemoto mungkin karena dia sangat menghargai Shigemoto sebagai sahabatnya.

Sebagai orang yang juga punya sahabat seperti Shiho, Sei bisa memahami itu. Dia ingat pernah berpikir, “Dia benar-benar peduli pada temannya.”

Ketika Sei bilang ingin menyelidiki Shigemoto lebih jauh, Hisamura membantu menghubungkan Sei dengan Shigemoto.

Itu sangat membantu, Sei bisa menyelidiki apakah Shigemoto pantas untuk Shiho.

…Meski akhirnya Sei jadi suka pada Shigemoto juga.

Tapi rasa sukanya hanya sebatas tertarik sedikit pada cowok, tidak lebih dari itu.

Mungkin karena ada Shiho, tanpa sadar Sei menahan diri agar tidak terlalu terbawa perasaan.

Tapi Hisamura langsung bisa menebak kalau Sei mulai suka pada Shigemoto.

Karena itu Sei tidak ingin bertemu Hisamura hari ini.

Karena Hisamura akan tahu kalau Sei mengorbankan perasaannya sendiri demi Shiho.

Dan seperti yang Sei duga, Hisamura langsung menyadarinya.

Sejauh itu masih sesuai dugaan Sei.

Tapi… kejadian setelah itu yang membuat Sei gelisah di tempat tidurnya.

“Karena itu Sei-chan, biar aku yang membuatmu bahagia.”

“Uuh…!”

“Sei-chan, aku menyukaimu. Aku pasti akan membuatmu bahagia, jadi maukah kau jadi pacarku?”

“Aaargh! Kenapa aku mengingatnya lagi!”

Sei menutupi kepalanya dengan bantal, berusaha melupakan adegan tadi.

Tentu saja itu tidak cukup untuk melupakannya. Malah karena pandangannya terhalang, bukan hanya kata-kata tapi juga pemandangan saat itu kembali terbayang.

Mau tidak mau Sei tahu dari tatapan matanya yang lurus, kalau kata-katanya itu tulus.

Saat Sei mundur dan tersandung di podium guru, Hisamura menopangnya.

Ditarik dengan kuat hingga tubuh mereka bersentuhan, Sei bisa merasakan suhu tubuhnya yang panas.

Wajah mereka mendekat, kalau salah satu dari mereka bergerak sedikit saja, bibir mereka bisa bersentuhan.

“Mmh…!”

Karena wajahnya terbenam di bantal, erangan tertahan Sei bergema di kamarnya.

Dan yang paling parah, saat Hisamura menyudutkannya ke papan tulis, melakukan kabedon…

“Habisnya Sei-chan tidak menjawab. Lagipula wajah malumu terlalu manis, jadi aku jadi ingin mendekat.”

“Ugh…!”

“Sei-chan, aku sangat menyukaimu. Aku pasti akan membuatmu bahagia, jadi maukah kau jadi pacarku?”

“Aaargh! Kenapa aku ingat setiap kata-katanya!”

Sei mengutuk ingatannya sendiri dan tanpa sadar berteriak karena tidak tahan.

Sei memang pintar, di sekolah pun peringkatnya selalu di bawah 10 besar.

Tapi entah apakah menggunakan kepintaran dan ingatan yang bagus untuk hal ini bisa dibilang sia-sia atau justru berguna.

Mungkin wajar saja kalau dia ingat, mengingat itu adalah kata-kata pernyataan cinta pertama dalam hidupnya yang begitu penuh gairah dan berkesan.

Rasanya perasaan sukanya yang tipis pada Shigemoto lenyap begitu saja oleh pernyataan cinta Hisamura yang menggebu-gebu itu.

“A-aku bilang akan memikirkan jawabannya… tapi, apa yang harus kulakukan…”

Entah kenapa Hisamura ngotot ingin mendapat jawaban saat itu juga, tapi tentu saja Sei tidak bisa memberi jawaban karena terlalu mendadak.

Kalau dia menjawab saat itu, mungkin dia akan menerimanya tanpa berpikir jernih.

(Bu-bukan berarti kalau berpikir jernih pun aku pasti akan menolaknya… Malah kemungkinan besar aku akan menerimanya… Eh!)

“Apa yang kupikirkan!”

Sei memukul-mukul boneka lucu di dekat bantalnya, seperti melampiaskan kekesalannya.

Tapi Sei merasa lega karena bisa tetap tenang dan keluar dari situasi itu.

Kalau dia menerima ajakan itu begitu saja, mungkin akan terjadi hal seperti ini—

“Ba-baiklah… kalau kau tidak keberatan denganku, aku mau jadi pacarmu…”

“Jangan bilang ‘kalau kau tidak keberatan’. Aku suka Sei-chan, jadi harus Sei-chan.”

“Umm… mulai sekarang, mohon bantuannya…”

“Aku juga. Aku sangat senang, Sei-chan.”

Posisi mereka masih sama, Hisamura mengurung Sei dengan lengan kanannya dan dinding.

Mereka begitu dekat sampai bisa mendengar napas satu sama lain, dua orang yang baru saja jadian berada dalam jarak sedekat itu.

Sei yang disukainya begitu dekat, mana mungkin dia bisa menahan diri…

“Sei-chan, aku tidak bisa menahannya… boleh, ya?”

“Eh…”

Saat Sei mengangkat wajahnya karena bingung, wajah Hisamura sudah lebih dekat dari sebelumnya.

Menyadari apa yang hendak Hisamura lakukan, wajah Sei memerah seolah mendidih.

“Tu-tunggu, tiba-tiba, baru saja jadian…”

“Kalau kau tidak suka, dorong saja aku…”

Hisamura meletakkan tangan kirinya di dagu Sei, mendongakkan wajahnya agar lebih mudah.

Jarak antara bibir mereka tinggal beberapa sentimeter…

“Ah—”

Sei sempat berpikir untuk mendorong dada Hisamura, tapi tangannya hanya menempel di sana.

Dan bibir mereka—

—Pom pom!

“Huwaaa!?”

Suara itu membuat Sei tersadar dari lamunannya.

“Hah, hah… A-apa yang kupikirkan…!”

Wajahnya merah padam mengingat apa yang baru saja dia bayangkan… tapi dia segera menggelengkan kepala, berusaha melupakannya.

“Aduh, apa, sih, yang kupikirkan!”

Sei sendiri tidak begitu menyadarinya, tapi dia cukup suka berkhayal, kadang-kadang membayang-kan hal seperti itu di atas tempat tidurnya.

Tapi kali ini karena bercampur dengan pengalaman nyata, khayalannya jadi sangat liar.

Tanpa sadar dia menyentuh bibirnya, lalu tersadar dan menampar pipinya sendiri.

“Ugh… berani-beraninya membuatku membayangkan hal seperti ini! Aku tidak akan memaafkanmu, Hisamura…!”

Mengabaikan fakta bahwa itu adalah khayalannya sendiri, Sei menyalahkan semuanya pada Hisamura.

Memang benar, kalau Hisamura tidak mengatakan hal-hal seperti itu, Sei tidak akan berkhayal seperti ini, jadi bisa dibilang hampir semua kesalahan ada pada Hisamura.

“Oh iya, tadi sepertinya ada suara RINE.”

Yang mengganggu… bukan, yang mencegah khayalan Sei memburuk adalah aplikasi pesan.

Saat melihat layar ponselnya, memang ada pesan masuk dari seseorang.

Sepertinya pesan itu dari Shiho.

Sei membuka ruang obrolan dengan Shiho, dan di sana…

“Eh!? Ke-kenapa…!?”

[Sei-chan, setelah berpisah denganku di kelas… kau bersama Hisamura-kun?]

“Ba-bagaimana Shiho bisa tahu…?”

Jangan-jangan Shiho melihat adegan memalukan itu…!?

Kalau begitu, rasanya terlalu malu untuk bertatap muka dengan Shiho.

Yah, tentu saja lebih sulit lagi berhadapan dengan Hisamura.

“Ba-baiklah, sebaiknya kujawab dulu…”

Meski bingung harus menjawab apa, Sei membalas pesan Shiho.

[Oh, Hisamura datang ke kelas setelah itu.]

Sei mengirim pesan singkat itu dulu, sambil menunggu reaksi Shiho.

Kalau Shiho melihat adegan pernyataan cinta Hisamura yang menggebu-gebu itu, rasanya Sei ingin mati saja saking malunya.

Apalagi sebelum pernyataan cinta itu, mereka juga membicarakan kalau Sei sedikit tertarik pada Shigemoto.

Sei sama sekali tidak tahu dari mana Shiho mendengarnya.

Kalau bisa, paling tidak dia berharap Shiho tidak mendengar soal ketertarikannya pada Shigemoto.

Yah, sekarang Shigemoto sudah lenyap dari pikirannya, yang ada di kepalanya hanya Hisamura.

“Da-dari mana dia mendengarnya…”

Pesan Sei langsung dibaca oleh Shiho.

Kurang dari semenit kemudian, balasannya datang.

[Iya, ‘kan. Itu suara Hisamura-kun, ‘kan? Sei-chan, kamu ditembak Hisamura-kun?]

“Guh…!?”

Ternyata Shiho memang mendengar bagian pernyataan cintanya.

Sei merasa seperti terkena serangan telak, tapi pesan-pesan lain terus berdatangan.

[Sei-chan jawab apa? Kalian jadian?]

Shiho memang gadis SMA yang sedang mekar, dia pasti suka sekali cerita cinta.

Dengan wajah memerah, Sei menjawab jujur.

[Kami tidak jadian.]

[Eh, jadi kamu menolaknya?]

Hanya butuh lima detik dari Sei mengirim pesan sampai balasan ini datang.

[Aku tidak menolaknya!]

Meski hanya pesan singkat, Sei membalasnya lebih cepat dari sebelumnya.

[Masih ditunda, maksudku, aku bilang mau memikirkannya dulu.]

[Oh begitu. Terus gimana? Sei-chan pasti sudah memikirkannya terus dari tadi, ‘kan?]

[Aku tidak terus-terusan memikirkannya, kok…]

Sudah beberapa jam berlalu sejak pernyataan cinta itu.

Tentu saja Sei tidak memikirkannya sepanjang waktu.

Dia juga mengerjakan PR untuk besok, dan nonton TV saat makan malam.

Tapi memang, dia menyelesaikan PR lebih lama dari biasanya, tidak ingat apa yang dia tonton di TV, bahkan tidak ingat apa yang dia makan saat malam. Tapi itu bukan berarti dia terus memikirkan Hisamura… setidaknya itu yang ingin Sei yakini.

[Sudah memutuskan jawabannya?]

[Belum… belum kuputuskan…]

[Begitu, ya. Tapi kalau Sei-chan, kalau memang tidak suka pasti langsung ditolak, ‘kan?]

“Ugh, kenapa hari ini Shiho menyerang terus, sih…!”

Balasan datang dalam hitungan detik setelah pesannya dibaca, dan Sei heran kenapa semua komentar Shiho tepat sasaran.

Mungkin karena Shiho dan Sei adalah sahabat dekat, jadi Shiho bisa menebaknya.

[Tapi wajar, sih, ya. Ditembak dengan sangat menggebu-gebu begitu, pasti jadi kepikiran.]

[Aku tidak kepikiran, kok.]

[Bohong, ah. Sei-chan pasti sekarang wajahnya merah padam.]

“A-apa ada kamera pengintai di sini!? Atau jangan-jangan ini video call!?”

[Tapi keren, ya, Hisamura-kun bilang pasti akan membahagiakan Sei-chan. Aku juga mau dibilang begitu.]

[Ugh… tapi dia suka apanya dariku, sih…]

[Eeh, Sei-chan ‘kan imut banget.]

Shiho memang selalu mengatakan itu pada Sei, tapi karena tidak pernah ada orang lain yang bilang begitu, Sei pikir itu cuma basa-basi.

Tapi dari Hisamura, Sei sama sekali tidak merasakan nada basa-basi.

[Pasti sekarang Sei-chan tambah imut, deh, ayo teleponan!]

“Hah!? A-apa maksudnya!?”

Tiba-tiba Shiho bilang mau telepon, dan sebelum Sei sempat menjawab, ponselnya sudah berdering.

Meski kaget, Sei menekan tombol terima dan mendekatkan ponsel ke telinganya dengan ragu-ragu.

“Ah, Sei-chan, halo~”

“…Shiho, jangan tiba-tiba telepon begini, dong.”

“Hehe, maaf, ya. Aku pengin cepet-cepet teleponan sama Sei-chan, sih.”

“Ugh…”

Sei menyesal sudah mengangkat teleponnya, karena dia tahu Shiho pasti akan menanyainya macam-macam.

“Makasih, ya, sudah diangkat, Sei-chan. Sekarang aku bisa nanya-nanya tentang kejadian tadi sepuasnya!”

“Bu-bukan, aku ngangkat telepon bukan buat ngomongin itu…”

“Hehe, akhir-akhir ini aku yang selalu curhat ke Sei-chan soal Shigemoto-kun, tapi sekarang Sei-chan juga bisa cerita-cerita cinta. Aku senang!”

“Ugh… a-aku harus tidur…”

“Ini baru jam 10, lo! Biasanya Sei-chan tidur lebih malam, ‘kan? Apa Sei-chan nggak mau cerita-cerita cinta sama aku…?”

“Bukan begitu… cuma, malu…”

Mendengar Sei berkata dengan suara pelan, terdengar Shiho menahan napas di seberang telepon.

“Kyaa… Sei-chan, tadi itu imut banget!”

“Ha-hah? Apanya…!”

“Cara ngomongmu tadi! Aku saja sampai deg-degan!”

“Ca-cara ngomong apanya, aku tidak ngerti…”

“Hehe, Sei-chan memang imut, ya. Kayaknya jadi makin imut gara-gara Hisamura-kun, nih.”

“A-apa maksudnya itu!?”

“Soalnya kamu baru ditembak, ‘kan?”

“Uh… i-iya, sih…”

Bagi Sei, dibilang jadi lebih imut karena ditembak itu terlalu memalukan.

“Ngomong-ngomong, kenapa tiba-tiba Hisamura-kun nembak Sei-chan?”

“A-aku juga pengin tahu.”

Shiho dan Sei memang cukup kenal dengan Hisamura, tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda kalau dia suka pada Sei.

“Sei-chan ditembak gimana?”

“Ke-kenapa kamu pengin tahu sampai segitunya…!”

“Nggak apa-apa, ‘kan. Soalnya aku juga mau jadiin referensi pas nembak Shigemoto-kun nanti.”

“Ugh… tapi aku tidak yakin itu bisa jadi referensi…”

Sei yang selalu memikirkan temannya, akhirnya menjelaskan alur dan kata-kata pernyataan cinta Hisamura karena Shiho bilang itu untuk membantu pernyataan cintanya sendiri.

Meski beberapa kali Sei berhenti karena terlalu malu, akhirnya dia bisa menjelaskan semuanya.

“Te-terima kasih, Sei-chan… Maaf, ya, sudah bikin kamu cerita sampai segitunya.”

“Hah… hah… Tidak apa-apa, kok. Kalau bisa jadi referensi buat Shiho…”

“Eh, itu… Aku agak tidak enak, nih, sudah bikin kamu cerita segitunya, tapi kayaknya nggak bisa, deh.”

“Ke-kenapa?”

“Soalnya itu terlalu memalukan… Itu bukan pernyataan cinta anak sekolahan, tapi lamaran!”

“La-lamaran!?”

Sei sama sekali tidak menyangka akan mendengar hal seperti itu, sampai-sampai dia tersedak.

Sei memang belum bisa memahami pernyataan cinta Hisamura secara objektif, tapi dia tidak pernah membayangkan sahabatnya Shiho akan mengomentarinya dari sudut pandang objektif seperti itu.

“Iya, ‘kan? ‘Akan membahagiakan’, ‘Akan mempersembahkan seluruh hidup’… Itu kedengarannya kayak lamaran, lo?”

“Ugh… ka-kalau dibilang begitu, mungkin memang iya…”

Memang benar, kalau mengingat kembali suasana serius dan kata-kata Hisamura, itu hampir seperti lamaran, cuma kurang kalimat “Maukah kau menikah denganku?”.

“Aku juga ingin pacaran dan bersama Shigemoto-kun, tapi kalau lamaran, sih, masih belum sanggup…”

“A-aku juga, kalaupun menerima pernyataan cinta Hisamura, bukan berarti aku sudah memikirkan pernikahan…!”

“Eh, jadi kamu mau menerima pernyataan cintanya?”

“Bu-bukan begitu maksudku!”

“Jadi kamu mau menolaknya?”

“Bukan, itu… aku masih bingung…”

Memang, Sei tidak bisa membuat Hisamura menunggu terus.

Dia harus segera memberi jawaban, apalagi Hisamura bilang ingin jawaban secepatnya.

“Hmm, Sei-chan tidak punya orang yang disukai?”

“O-orang yang disukai…?”

“Iya, aku baru sadar aku tidak pernah dengar cerita Sei-chan soal itu.”

Saat ditanya soal orang yang disukai, yang pertama muncul di benak Sei adalah wajah Hisamura.

Tapi sebelum itu… maksudnya sebelum ditembak Hisamura, orang yang disukai yang muncul di benaknya adalah Yuuichi Shigemoto, orang yang disukai Shiho.

“…Tidak, aku tidak punya orang yang kusukai.”

Itu satu hal yang tidak boleh diketahui Shiho.

“Oh begitu. Terus gimana rasanya ditembak Hisamura-kun?”

“I-itu… yah, aku senang, sih.”

“…Eh? Suaramu kecil banget, aku nggak dengar.”

“Ma-maksudku, aku senang… sangat senang.”

Tanpa sadar Sei menambahkan kata sifat di akhir untuk menggambarkan betapa senangnya dia.

Tapi memang, dalam hati dia sangat senang.

Makanya meski sudah beberapa jam berlalu, wajahnya masih memerah saat mengingat kejadian itu.

“Hehe, iya, ya. Ditembak dengan sangat menggebu-gebu begitu, susah untuk tidak kepikiran.”

“Aduh… jangan godain aku terus, dong, Shiho. Aku juga sudah kewalahan..”

“Maaf, ya. Ini pertama kalinya aku ngobrol begini sama Sei-chan, jadi aku juga jadi bersemangat.”

Biasanya mereka membahas cerita cinta dan curhat Shiho, tapi kali ini cerita cinta Sei.

Wajar saja kalau Shiho jadi bersemangat.

“Tapi Sei-chan, kamu mau gimana, nih? Mau pacaran?”

“Tidak… Aku memang pikir Hisamura orang baik, tapi tiba-tiba ditembak begini… aku masih belum tahu.”

“Hmm, mungkin tidak perlu terlalu dipikirkan?”

“…Begitu?”

“Iya. Yah, setelah denger pernyataan cinta Hisamura-kun yang kayak gitu, sih, wajar kalau sampai mikirin pernikahan segala. Tapi kita masih SMA, lo?”

“I-iya, sih.”

Tentu saja Sei tidak sampai membayangkan pernikahan.

Tapi sebelum ada pesan dari Shiho tadi… dia sempat berpikir bagaimana kalau dia menerima pernyataan cinta itu…

“Ugh… aku mikir yang tidak-tidak!”

“Ke-kenapa?”

“Bu-bukan apa-apa, lanjutkan saja.”

Sei memukul bonekanya dua kali lagi, berusaha mengusir khayalannya.

“Ini cerita teman di klub tenis, ada beberapa yang dapat pernyataan cinta dari cowok, dan meski tidak suka, mereka coba pacaran dulu.”

“Be-begitu, ya?”

“Iya. Ada yang lancar, ada juga yang tidak… Tapi coba pacaran tanpa terlalu banyak pikir juga bisa jadi pilihan. Mungkin agak sulit buat Sei-chan yang serius, sih.”

“Benar juga…”

Memang, banyak cinta anak SMA yang seperti itu.

Bukan cuma anak SMA, mungkin orang dewasa juga begitu.

Mungkin malah sedikit pasangan yang pacaran karena saling suka dari awal.

Kalau anak SMA, mungkin tidak apa-apa pacaran dengan pikiran “Yah, coba dulu saja” sama orang yang nembak dan agak bikin penasaran.

Toh nggak bakal pacaran seumur hidup sama orang itu, jadi mungkin itu juga benar.

(Tapi…)

“Sei-chan, aku menyukaimu. Aku pasti akan membuatmu bahagia, jadi maukah kau jadi pacarku?”

Hisamura mengatakannya dengan mata lurus dan serius.

Apa tidak apa-apa pacaran dengan orang seperti itu dengan pikiran “Yah, meski aku tidak suka, tapi coba saja dulu”?

“Hehe… bukan begitu.”

“Hm? Kenapa?”

“Tidak, maaf, ya, Shiho. Bukan maksudku menghina temanmu, tapi itu bukan gayaku. Lagipula Hisamura juga… dia bicara dengan sangat serius.”

“…Iya, ya. Aku juga setelah ngasih saran itu, kepikir kalau aku nggak mau Sei-chan begitu.”

“Heh, begitu, ya.”

“Lagipula aku juga mau nembak Shigemoto-kun nanti, tapi kalau dia pacaran denganku dengan perasaan seperti itu, aku juga tidak akan senang.”

“Benar juga. Yah, Shigemoto juga pasti akan menanggapinya dengan serius, sama seperti Hisamura.”

“Iya, aku juga pikir begitu. Soalnya dia orang yang kusukail sih.”

“…Begitu, ya.”

Kalau Shiho bisa bilang begitu dengan penuh percaya diri, mungkin Sei tidak perlu mendekati Shigemoto untuk menyelidikinya.

Dengan begitu, Sei juga tidak akan jadi suka pada Shigemoto.

Tapi kalau Sei tidak suka pada Shigemoto, mungkin dia tidak akan ditembak Hisamura… jadi mungkin mendekati Shigemoto memang keputusan yang tepat.

(Eh, bukan, kenapa jadi seolah-olah ditembak Hisamura itu hal yang benar? Aku ‘kan belum menerima pernyataan cintanya…)

“Oh iya, Sei-chan.”

“Eh, a-apa?”

Saat Sei sedang memikirkan hal yang tidak perlu, Shiho berbicara dengan nada menggoda di telepon.

“Tadi kamu sedikit pamer, ya?”

“Hah? Tidak, aku tidak pamer apa-apa…”

“Tadi kamu bilang Shigemoto-kun juga akan menanggapi dengan serius seperti Hisamura-kun, ‘kan? Itu artinya Hisamura-kun bersikap serius ke Sei-chan, ‘kan?”

“Eh, bukan, itu…”

Tanpa sadar Sei telah memamerkan Hisamura.

 

◇ ◇ ◇

 

…Eh? Kapan aku bangun dari mimpi ini?

Sudah beberapa jam berlalu sejak aku menjadi Tsukasa Hisamura.

Sekarang aku sudah pulang ke rumah, berbaring di tempat tidur kamarku sambil main ponsel.

Karena main ponsel seperti biasa, aku sampai lupa kalau sedang berada di dunia manga.

Ini mimpi di mana aku masuk ke dalam manga favoritku, “Nona Muda Teman Masa Kecil Mengganggu, Sehingga Tidak Bisa Jadi Komedi Romantis Biasa”.

Entah karena namaku sama dengan karakter di manga itu, Tsukasa Hisamura, aku jadi menjadi karakter itu dalam mimpi ini.

Meski dalam mimpi, aku bisa makan seperti biasa, rasanya sangat nyata dan normal.

Apa ini benar-benar mimpi?

Rasanya begitu nyata sampai aku jadi ragu.

Tapi masuk ke dunia manga jelas bukan hal yang nyata.

Belum pernah aku bermimpi sejelas ini, tapi yah, mungkin ini tetap mimpi.

“Tapi rasanya aku benar-benar jadi Tsukasa Hisamura di dunia manga ini.”

Selama beberapa jam ini aku juga melihat cermin, dan wajahku benar-benar wajahku sendiri.

Wajah Tsukasa Hisamura di dunia nyata, bukan wajah Tsukasa Hisamura yang ada di manga.

…Mungkin karena ini mimpi, aku jadi tidak begitu ingat wajah Tsukasa Hisamura di manga.

“Hmm, masih di dalam mimpi, sih, oke, tapi aku bosan.”

Aku bergumam sambil berbaring di tempat tidur.

Tadi aku main gim dan nonton video, tapi itu ‘kan bisa kulakukan di dunia nyata juga.

Malah sampai tadi aku lupa kalau ini dunia mimpi.

Mungkin saja di dunia nyata, aku tertabrak truk dan sedang koma, tidak kunjung sadar.

…Ah, lebih baik aku tidak memikirkan itu, jadi takut untuk bangun nanti.

Pokoknya, karena sudah masuk ke dunia manga favoritku, aku ingin melakukan sesuatu yang hanya bisa kulakukan di mimpi ini.

Apa, ya, yang bisa kulakukan… Ah!

“Oh iya, coba hubungi seseorang lewat ponsel.”

Buka aplikasi di ponsel… Nah, ini dia, RINE.

Rasanya nama aplikasinya agak beda dengan di dunia nyata, tapi yah sudahlah.

Aku buka RINE dan cek kontak siapa saja yang dimiliki Tsukasa Hisamura.

Oh, ketemu Yuuichi Shigemoto, si tokoh utama.

Yah, wajar, sih, ya, dia ‘kan sahabat Yuuichi Shigemoto, pasti punya kontaknya.

Terus… ada Shiho Fujise juga. Bahkan Kaori Toujoin!

Ternyata Tsukasa Hisamura punya kontak dua heroine utama.

Tunggu, kalau begitu… apa dia juga…!

“Ketemu!”

Aku yang tadinya berbaring jadi berdiri karena senang.

Di layar RINE ada nama “Sei Shimada”.

Ternyata punya kontak Sei-chan juga!

Oke, tentu saja aku akan menghubunginya!

Entah berapa lama lagi aku bisa di dunia ini, jadi harus kuhubungi.

Hmm, apa, ya, yang harus kutulis.

Dia pasti ingat pernyataan cintaku tadi, jadi mungkin aku bisa membahasnya.

Kalau bisa, aku ingin dapat jawaban, meski lewat RINE juga tidak apa-apa.

Dan kalau beruntung, mungkin bisa telepon juga… Sip!

“Pertama-tama, ketik pesan dan… kirim!”

Semoga dia cepat balas… Oh, sudah dibaca!

 

“Hah!? Tu-tunggu dulu, Shiho! Ba-barusan, Hisamura mengirim RINE…”

“Eh, serius!? Apa katanya!?”

“Ugh… ya-yah… ‘Sei-chan, masih bangun? Yang kukatakan hari ini, semuanya perasaanku yang sesungguhnya. Aku tidak bermaksud mendesakmu, tapi aku akan senang kalau bisa mendengar jawaban yang baik’…”

“Wah! Entah kenapa aku jadi deg-degan! Ayo, Sei-chan cepat balas!”

“A-apa yang harus kubalas…!”

“Sei-chan yang harus mikir! Aku tidak ada hubungannya, yang penting perasaan Sei-chan!”

“I-itu ‘kan kata-kata yang kuucapkan ke Shiho hari ini! Jangan ditiru!”

“Hehe, iya, ya. Pokoknya cepat balas, tadi sudah dibaca, ‘kan?”

“Ah, iya… Aduh, apa yang harus kulakukan…!”

 

…Belum dibalas, ya.

Sudah lima menit sejak dibaca.

Yah, mungkin dia tidak bisa langsung membalas meski sudah dibaca.

Situasi yang tidak bisa langsung balas… apa, ya, mungkin sedang mandi?

Ugh, gawat, aku jadi membayangkan Sei-chan mandi…!

Di cerita aslinya juga belum ada adegan fanservice Sei-chan sampai segitunya. Pak pengarang, tolong bikin lebih banyak adegan fanservice Sei-chan, dong.

—Pom pom.

“Ah, datang!”

Mendengar nada khas itu, aku langsung membuka layar RINE.

Balasan dari Sei-chan…

[Terima kasih. Aku senang sekali dengan perasaanmu. Tapi tolong tunggu sebentar, ya. Aku juga ingin menanggapimu dengan serius.]

…Ah! Anak ini manis sekali!

Tanpa sadar aku langsung screenshot pesan ini.

Meski ku-screenshot, ini ‘kan mimpi, jadi mungkin tidak bisa kubawa ke ponsel di dunia nyata.

Sepertinya dia menerima pernyataan cintaku dengan sangat serius dan sedang memikirkannya.

Hanya dari pesan ini saja sudah terlihat.

Sayang aku belum dapat jawabannya, tapi setidaknya aku tahu Sei-chan memang anak baik dan serius. Jadi tidak sia-sia aku mengirim pesan.

Oke, aku harus membalas lagi.

 

“Shi-Shiho, pesanku sudah dibaca tapi belum dibalas…”

“Sei-chan baru tiga menit lalu mengirim pesan, ‘kan? Dia pasti sedang memikirkan balasannya.”

“A-apa pesanku sebegitu sulitnya dijawab?”

“Hmm, mungkin? Kalau aku, sih, sebelum memikirkan balasan, mungkin aku sudah pingsan dulu.”

“Ke-kenapa!?”

“Soalnya membaca kalimat yang manis dan polos begitu saja sudah bikin pingsan.”

“Bu-bukannya Shiho bilang pesan itu tidak apa-apa!?”

“Iya, sebagai kalimat memang tidak salah, sih. Kurasa itu cukup untuk menyampaikan betapa seriusnya Sei-chan memikirkannya.”

“Ugh… Ah! Da-datang!”

“Apa balasannya?”

“I-itu… ‘Aku juga senang Sei-chan memikirkanku dengan serius. Terima kasih. Kata suka saja tidak cukup’… ka-katanya.”

“…Sei-chan, masih ada lanjutannya, ‘kan?”

“Ba-bagaimana kau tahu…!”

“Sei-chan gampang ditebak, sih. Ayo, lanjutannya?”

“Ugh… ‘Kata suka saja tidak cukup. A-aku… mencintaimu’… begitu.”

“Wah! Kok aku jadi ikut malu, ya!”

“A-aku yang paling malu! Kenapa aku harus membacakannya…!”

 

…Apa kata “mencintaimu” itu berlebihan, ya?

Memang itu yang kurasakan, tapi mungkin tidak seharusnya kukirim lewat RINE.

Yah, ini ‘kan mimpi, jadi harusnya tidak apa-apa.

“Hah… Jadi begini, ya, rasanya RINE-an sama cewek yang disukai.”

Di dunia nyata, aku belum pernah punya orang yang kusukai.

Ada, sih, cewek yang kupikir manis atau cantik, tapi belum pernah sampai suka.

Jujur saja, cinta pertamaku adalah Sei-chan dari “Ojojama”.

Mungkin agak memalukan jatuh cinta pertama kali pada karakter 2D, tapi mau bagaimana lagi.

Aku senang sekali bisa RINE-an dengan cewek seperti itu dalam mimpi yang terasa nyata ini.

Semoga mimpi ini tidak cepat berakhir…

—Pom pom.

Oh, ada balasan!

[Aku senang sekali, tapi tolong jangan bilang begitu terus. Aku malu sekali sampai rasanya mau mati.]

Ugh…! Cuma dari pesan saja dia sudah terlalu manis, aku yang rasanya mau mati…!

Aku screenshot lagi, ah, sungguh berharga.

Memang benar, aku benar-benar suka Sei-chan.

Aku ingin terus berada di dunia ini dan membuatnya bahagia.

Di cerita asli “Ojojama”, Sei-chan pasti tidak akan bersama Yuuichi Shigemoto.

Di cerita asli, Sei-chan terus menyembunyikan perasaannya demi Shiho Fujise, dan membantu mereka berdua jadian.

Dalam prosesnya, ada sedikit adegan deg-degan saat dia berduaan dengan Yuuichi Shigemoto.

Mungkin dengan sifat Sei-chan, dia akan terus menyembunyikan perasaannya pada Shigemoto sampai mereka berdua jadian.

Daripada dia mengikuti jalan sebagai heroine yang kalah, lebih baik aku yang membuatnya bahagia.

 

Hoahm… kok aku jadi ngantuk, ya.

Eh, apa bisa ngantuk dalam mimpi?

Kalau aku tidur sekarang, mungkin saat bangun nanti aku sudah kembali ke dunia nyata.

Aku tidak mau itu…

Bohong kalau kubilang aku tidak punya keinginan di dunia nyata, tapi dunia ini jelas lebih menyenangkan.

Aku masuk ke dunia manga favoritku, dan ada Sei-chan, karakter yang paling kusukai.

Jadi, aku belum mau kembali ke dunia nyata.

Kalau aku tidur sekarang, mungkin aku akan kembali…

Aku berbaring di tempat tidur, berusaha keras membuka mata yang terasa berat sambil menatap layar ponsel.

Saat melihat percakapan tadi, aku bisa membayangkan sosok Sei-chan yang manis.

…Ah, Sei-chan memang benar-benar manis, ya.

Aku benar-benar ingin pacaran dengan Sei-chan.

Aku ingin terus berada di dunia ini, melihat Sei-chan yang manis dari dekat, dan membuatnya bahagia.

Tapi, aku sudah tidak tahan mengantuk…

“Semoga mimpi ini… tidak pernah berakhir…”

Aku bergumam mengucapkan harapan terakhirku sambil menutup mata, tertidur dalam mimpi.

 

“Shi-Shiho, sudah tiga puluh menit sejak pesanku dibaca, tapi belum ada balasan…”

“Sudah malam, sih, mungkin dia sudah tidur.”

“Ini baru jam 11, lo? Rasanya terlalu awal untuk anak SMA tidur…”

“Jam segini tidur juga tidak aneh, kok.”

“Ja-jangan-jangan dia tidak suka balasanku, makanya tidak membalas…!”

“Sei-chan, tenanglah. Hisamura-kun yang tadi begitu gencar menunjukkan rasa sukanya, tidak mungkin tiba-tiba berpikir begitu soal balasanmu.”

“Be-benarkah…”

“Mungkin dia ketiduran sambil membuka layar ponselnya.”

“Kalau begitu, sih, tidak apa-apa… Eh, atau jangan-jangan dia terlibat dalam suatu kejahatan…!”

“Sei-chan, tenang dulu…”

Sei memang punya kebiasaan berkhayal yang agak parah. Shiho yang tahu hal ini pun baru pertama kali melihatnya sampai segininya, jadi meski merasa lucu, dia agak kesulitan menghentikan Sei.

(Ngomong-ngomong, Sei-chan terlalu kepikiran soal Hisamura-kun, ya? Yah, wajar, sih, kalau kepikiran setelah dibilangin segitunya. Sei-chan juga sudah banyak membantuku soal Shigemoto-kun, jadi aku juga harus membantunya. Hehe, bukan karena kelihatan menarik, lo, ya.)

Comment

Options

not work with dark mode
Reset